Kamis, 10 November 2011

Botokan Mbah Mirah

Ini sebuah cerita kisah nyata di mojokerto, tentang seorang perempuan bernama Bu Mirah. Beliau sudah menikah lama dengan suaminya namun belum juga dikaruniai keturunan oleh Allah Ta'ala. Setahun, dua tahun, lima tahun, hingga belasan tahun tak juga kunjung memperoleh momongan. Hingga kemudian mereka mengadopsi anak yatim untuk dibesarkan di keluarga mereka.

Walau Bu Mirah ini bukan orang kaya, tapi beliau sudah terkenal di kampung sebagai ahli sodaqoh. Beliau banyak memberi pinjaman kepada Alloh dengan pinjaman yang baik. Seperti Firman Alloh dalam surat Al Maidah ayat 12, yg artinya:

Dan Alloh berfirman: "Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Alloh pinjaman yang baik sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu." (QS 5:12)

(kalo menurut tafsir di alquran-indonesia.com, pinjaman yang baik itu  menafkahkan harta untuk menunaikan kewajiban dengan hati yang ikhlas).

Alloh berfirmannya bahwa Dia beserta kita.

Sama seperti anak kecil yg suatu hari membawa paku dan palu, mencoba memasang paku di dinding namun tidak berhasil karena memang belum mampu sekalipun sudah berupaya maksimal. Lalu ayahnya datang, dan mengambil alih paku dan palu tadi, "Sini, ayah aja. Kan ada ayah bersamamu."

Sama seperti serombongan orang dusun yg ngopi di warung, lalu datang temannya yg lebih kaya menawarkan kepada semua. "Ayo nambah nambah makanannya." Tapi mereka ngga ada yg bergerak karena masing2 uangnya pas2an. Lalu si teman yg kaya tadi bilang, "Udah tenang aja, kan ada aku yg bayarin."

Maka Bu Mirah pun yakin, dengan selalu memberi pinjaman yang baik kepada Alloh maka Alloh akan bersamanya. Dan Alloh memakai kata 'pinjaman', yang berarti akan dikembalikanNya dalam bentuk yang hanya Alloh Yang Maha Tahu, dan Maha Berkehendak.

Setiap jum'at pagi, warga kampung di gangnya selalu menunggu2 jatah botokan dari beliau. Selalu. Setiap jum'at pagi, walaupun miskin, Bu Mirah selalu membagi2kan botokan (sejenis urap yg dibungkus daun pisang dan dikukus) kepada tetangga2nya satu jalan kampung.

Alhamdulillah, gan. Setelah 18 tahun menikah, akhirnya Bu Mirah hamil. Beliau pun punya anak, bukan cuma satu, tapi dua, tiga dan empat. Tapi kemudian suaminya meninggal dunia, ketika Bu Mirah berusia lima puluh tahun dan memiliki tanggungan lima anak.

Mbah Mirah (demikian kita sebut nama beliau krn sudah sepuh) tidak ditinggali suaminya sebidang sawah yg luas. Beliau hanya ditinggali oleh suaminya sebidang kebun di belakang rumahnya yg dipakainya bercocok tanam.

Tidak seperti kebun2 milik tetangganya yang selalu dipatokin burung, tanaman Mbah Mirah tidak pernah dipatokin burung. Kalo kebun2 lain selalu dijaga pemiliknya dengan menggantungkan kaleng2 atau apalah untuk mengejutkan burung2, klontong klontong klontong, atau kloneng kloneng kloneng, Mbah Mirah tidak demikian. Beliau bilang beliau sudah menangkal gangguan burung2 itu dengan botok setiap jumat pagi. Dan burung2 itupun seakan2 tau, bahwa pemilik kebun yg ini adalah seorang ahli sodaqoh.

Suatu hari, pak haji di kampung tersebut mewaqofkan sebidang tanah untuk pembangunan TPQ, namun untuk jalan masuknya, mereka membutuhkan sebagian tanah Mbah Mirah. Waduh, masa orang udh miskin masih mau dimintain tanahnya sih. Akhirnya warga kampung patungan, setelah uang terkumpul mereka pun mendatangi Mbah Mirah bermaksud utk membeli tanahnya.
Kata Mbah Mirah, "Oo ngga usah ngga usah, kalo buat TPQ saya waqofkan aja." Kira2 begitu. Sekali lagi ya, Mbah Mirah memberi pinjaman kepada Alloh.

Dan di lain hari, datanglah sebuah truk nylonong, sopirnya ngantuk, menabrak ruang tamu Mbah Mirah. Ngga ada korban, cuma tentu saja rumah reyot itupun jadi berantakan. Ngga ada harta lain. Konon yg ada cuma kursi karet pentil yg udah peyok. Si pemilik truk seorang keturunan chinnese mu'alaf. Beliau mengganti kerugian rumah Mbah Mirah senilai 20 juta. Harga yg sangat besar di (kalo ga salah) sekitar tahun 1996. Alhamdulillah.

Ketika Mbah Mirah bermaksud membangun rumahnya, ternyata ada proyek pelebaran jalan. Dan lagi2 Mbah Mirah mendapat ganti rugi uang dari pemerintah untuk pembelian tanah Mbah Mirah. Andai saja rencana pelebaran jalan lebih dulu terjadi, tentu Mbah Mirah tidak akan mendapat uang 20 juta. Tapi memang rencana Alloh seperti ini.

Selain itu Mbah Mirah mendapat pula uang ganti rugi yang cukup besar dari pabrik di seberang jalannya (dari kawasan Ngoro Industri Persada, Mojokerto). Kalo ngga salah karena ada tanah yang dipakai untuk saluran limbah, atau apa gitu, maaf aku agak lupa.

Dengan uang yang banyak Mbah Mirah kemudian membangunkan rumah-rumah bagi masing2 anaknya. Kini Mbah Mirah telah meninggal dunia. Namanya dikenal baik di kampungnya. Dan cerita tentangnya mungkin akan terus diceritakan dari mulut ke mulut, hingga saat ini, untuk bisa diambil teladan.

-kisah ini ditulis berdasarkan penuturan Ustadz Choiri yg kenal langsung dengan Mbah Mirah-

2 komentar:

  1. Subhanallah, mangstab gan...
    semoga bisa menjadikan tauladan

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin aamiin
      makasih anonim udah mampir ^_^

      Hapus