Suatu hari ketika sedang sholat berjamaah (kalo ngga salah sih waktu itu sedang sholat Ashar, mohon maaf kalo ternyata keliru) di mushola, di telinga ini terdengar suara speaker kenceng banget dari penjual es krim keliling, dengan lagu khasnya yang kita semua udah familiar di telinga.
Tolelot-tolelot-telololelelot
Tolelot-tolelot-telololelelot
Tolelot-tolelot-telo- clepp!
Tiba-tiba suara speaker nyaring pedagang es krim keliling itu berhenti di depan musholla. Selesai aku sholat jamaah, baru aku tau ternyata si pedagang es krim keliling itu tadi ikut bergabung di rakaat terakhir. Sepeda kayuh dan kotak es krim nya diparkir di depan.
Subhanalloh, akhi. Begitu banyak saudara kita yang pengen ikut sholat berjamaah di masjid atau mushola, tapi sulit menyempatkan waktu karena berbagai sebab. Entah masih di jalan atau sedang sakit atau sedang hujan deras.
Orang yang hatinya sehat, akan merasa sedih, menyesal dan gelisah ketika ada satu amalan yang biasa dia kerjakan lalu dia tinggalkan karena sesuatu di luar kemampuannya.
Misalnya orang yang biasa sholat berjamaah di masjid, lalu dia harus melakukan perjalanan jauh mengendarai bus umum antar kota dalam propinsi. Ketika adzan maghrib berkumandang dan dia masih di jalan, ketika bus melewati sebuah masjid, hatinya akan merasa rinduuuuuu sekali. Ah andai aku ada di situ, pikirnya.
Begitu pula dengan si pedagang es krim keliling. Mungkin dia tau bahwa meninggalkan sholat Ashar berjamaah sama seperti orang yang kehilangan harta dan keluarganya. [1]
Sementara banyak saudara kita yang sebenarnya sempat ke masjid, tidak ada satu halangan apapun, tapi suara adzan dianggepnya hanya angin lalu.
"Pengamen"
Suatu hari ketika sedang hendak berangkat sholat berjamaah Isya di mushola, aku datang agak tertinggal. Imam sudah takbiratul ihrom. Tapi ada sebuah pemandangan menarik ketika kaki kananku baru saja hendak melangkah naik ke teras mushola. Di tembok, di sisi dalam pagar mushola terdapat sebuah gitar bersandar, berikut topinya. Ternyata di barisan shof terdepan, ada seorang pengamen yang datang lebih dulu. Ia meletakkan gitar dan topi-nya di pager mushola, lalu sholat Isya berjamaah bersama kami.
Subhanalloh, akhi. Berapa banyak saudara kita yg ketika adzan berkumandang memilih tetap duduk manis di dpn televisi. Tidak tahukah bahwa Rasulullah SAW berkeinginan menyalakan api dan membakar rumah-rumah orang yang tidak keluar untuk sholat berjamaah tanpa alasan yang benar? [2]
"Pakde"
Suatu hari ada tamu datang ke rumah. Tetangga juga dan usianya jauh di atasku. Dulu beliau ini rajin menghidup-hidupkan mushola kami. Kadang beliau adzan, kadang beliau mengimami. Sungguh sangat disayangkan karena ada masalah dengan tetangganya, dia kemudian meninggalkan sholat berjamaah bersama kami. Pada kesempatan itulah, aku memberanikan diri bertanya, "Pakde sekarang sholat jamaahnya di mana?"
"Jamaah di rumah, Ji, sama Ibu e (istrinya)."
"Lho kupikir (karena ngga di mushola) sholat jamaah di masjid."
"Enggak, Ji. Yo kadang-kadang aja." kata beliau. "Lha Ibu e ngga mau diajak e. Lha gimana, arrijaalu qawwaamuuna 'alaa annisaa (kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita)."
Waduh, tepok jidat. Beliau bawa2 An Nisaa ayat 34 tapi sepotong doang, masih koma, bukan titik, karena kalo dilanjutin satu ayat artinya begini:
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS: An Nisaa : 34)
Sungguh tidak tepat kalo ayat itu dipake sbg alasan utk memilih sholat berjamaah bersama istri di rumah dan meninggalkan kewajiban sholat berjamaah bagi laki2 di masjid/ mushola. Di ending perjumpaan, alhamdulillah si tamu bilang akan kembali mencoba mengajak istrinya untuk kembali mau berjamaah di mushola.
Banyak sekali ya akhi, orang yg berpikir demikian, bahwa sholat jamaah bersama istri di rumah lebih baik daripada sholat berjamaah di masjid. Kalo semua suami berpikir, "Ah kami ngga mau egois ngejar pahala 27 derajat sementara istri sholat sendirian di rumah." Padahal tidak demikian. Selama kita (laki2) mendengar seruan panggilan adzan, penuhilah panggilan tersebut. Bahkan untuk seorang tuna netra aja tidak ada keringanan baginya, apalagi kita yang normal dan sehat wal afiat.[3]
Sedangkan untuk istri, sholat di rumah lebih baik daripada sholat berjamaah di masjid [4]. Tapi kalo si istri pengen ikut berjamaah di masjid ya tidak mengapa. Asalkan sudah ijin terlebih dahulu, ngga pake wangi2an, ngga sampe terjadi campur baur yang terlarang antara pria dan wanita ketika keluar dan masuk masjid (kalo di Masjid Nabawi dipisah bener nih pintu laki2 dan perempuan), dan ngga menimbulkan fitnah. Pernah lho aku liat pas pulang sholat jamaah di alun2 Jombang ada cewek yang lepas mukenah lalu pake rok mini berkibar. Howaaaah. Kalo kata temen, cewek yg begini ini nganggep Alloh itu cuma ada waktu sholat doang.
"Kesimpulan"
Hidupkan masjid kita ya akhi. Hidupkan mushola kita.
Bangunan itu dibangun buat kita semua kaum muslimin, bukan buat segolongan orang aja. Pintunya terbuka lebar lho. Kalo semua orang memilih sholat bersama istrinya di rumah, maka masjid itu akan bener2 sepi. Masjid jadi ngga laku, berdebu, banyak sarang laba2 di pintu dan jendelanya kaya rumah2 tua di film horor Indonesia.
Hidupkan masjid kita ya akhi fillah.
Sholat jamaah itu bukan seminggu sekali waktu jumatan doang. Bukan setahun dua kali waktu sholat ied doang. Tapi lima kali sehari.
Beberapa saat lagi adzan berkumandang. Yuk buruan, angkat pantat kita dari kursi empuk yang melenakan, memenuhi panggilan sholat berjamaah di masjid/mushola terdekat.
===========
[1] Dari 'Abdullah bin 'Umar, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: \"Orang yang kehilangan shalat 'Ashar (dengan berjama'ah) seperti orang yang kehilangan keluarga dan hartanya.\" (HR Bukhari, yang juga diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Daud, At Tirmidzi, An Nasa'i, Ibnu Majah, Imam Ahmad, Imam Malik dan Ad Darimi, dengan lafadz dan sanad yang berbeda)
[2] Dari Abu Hurairah berkata, \"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: \"Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang-orang Munafik kecuali shalat shubuh dan 'Isya. Seandainya mereka mengetahui (kebaikan) yang ada pada keduanya tentulah mereka akan mendatanginya walau harus dengan merangkak. Sungguh, aku berkeinginan untuk memerintahkan seorang mu'adzin sehingga shalat ditegakkan dan aku perintahkan seseorang untuk memimpin orang-orang shalat, lalu aku menyalakan api dan membakar (rumah-rumah) orang yang tidak keluar untuk shalat berjama'ah (tanpa alasan yang benar).\" (HR Bukhari)
[3] Dari Abu Hurairah dia berkata; \"Seorang buta (tuna netra) pernah menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berujar \"Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki seseorang yang akan menuntunku ke masjid.\" Lalu dia meminta keringanan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk shalat di rumah. Ketika sahabat itu berpaling, beliau kembali bertanya: \"Apakah engkau mendengar panggilan shalat (adzan)?\" laki-laki itu menjawab; \"Benar.\" Beliau bersabda: \"Penuhilah seruan tersebut (hadiri jamaah shalat).\" (HR Bukhari, juga diriwayatkan oleh Abu Daud, An Nasa'i dan Ibnu Majah)
[4] Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian melarang istri-istri kalian untuk ke masjid, namun shalat di rumah mereka (bagi para wanita) tentu lebih baik.” (HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar