Suatu sore, beberapa hari lalu, di dalem mobil dalam perjalanan pulang sendirian dari kantor menuju rumah, aku lagi murojaah Surat 'Abasa di mobil. Mengulang2 dan memperbaiki hafalan yang lupa. Aku mencontoh murotal Syekh Misyari Al Rasyid Al Afasy.
Surat 'Abasa adalah surat ke 80, terdiri dari 42 ayat. Arti 'Abasa sendiri adalah 'yang bermuka masam'.
'abasa watawallaa
an jaa-ahul-a'maa
wamaa yudriika la'allahu yazzakkaa
aw yadzdzakkaru fatanfa'ahudzdzikraa
ammaa maniistaghnaa
fa-anta lahu tashaddaa
wamaa 'alayka allaa yazzakkaa
wa-ammaa man jaa-aka yas'aa
wahuwa yakhsyaa
fa-anta 'anhu talahhaa
artinya: "Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya." (QS 'Abasa: 1-10)
Tiba2 aku inget, "Eh ini kan waktunya pengajian di radio."
Trs kunyalain deh radio. Radio Al Iman 774AM. Eh ngga taunya pas banget!!
Pas banget pak ustadznya sedang membawakan materi kajian ttg surat 'Abasa! Wow, cool. Kok bisa kebetulan gini ya hihihihi.
Ini lah cerita tentang sahabat Rasulullah SAW yg bernama Abdullah Ibn Ummi Maktum yg tuna netra, yg kemudian karena beliaulah Rasulullah ditegur Allah SWT melalui Surat 'Abasa. Bahkan sering kali ketika Abdullah Ibn Ummi Maktum datang, Rasulullah menyapanya dengan, "Selamat datang orang yang karenanya Allah menegurku."
Berikut ini aku copasin ya kisah ttg Abdullah Ibn Ummi Maktum. Sumber sebagian kuambil dari republika.co.id.
Dalam sejarah Islam, Abdullah Ibn Ummi Maktum dikenal memiliki ilmu dan adab istimewa yang dikaruniakan Allah kepadanya, menggantikan kebutaan matanya sebagai cahaya dalam pandangan dan pancaran di hati. Sehingga ia dapat melihat dengan mata hati, apa-apa yang tidak dapat dilihat oleh mata kepala orang lain. Hatinya dapat mengetahui apa yang tersembunyi.
Bila Rasulullah SAW pergi ke berbagai medan perang, dia selalu ditunjuk menjadi wakil beliau di Madinah, mengimami shalat jamaah di mihrab beliau, dan berdiam di sebelah kiri mimbar dengan khusyuk.
Pada awal sejarah Islam, Abdullah bin Ummi Maktum memperoleh hidayah untuk bergabung bersama orang-orang yang telah memeluk Islam. Ketika itu ia masih muda belia, sehingga hatinya merasakan betul manisnya keimanan. Menginjak dewasa, dia merasakan bahwa ajaran Islam telah menjadikan hatinya bersih, sehingga walaupun matanya tak mampu melihat, namun itu merupakan nikmat besar yang dikaruniakan Allah kepadanya.
Ibnu Ummi Maktum mempunyai naluri yang sangat peka untuk mengetahui waktu. Setiap menjelang fajar, dengan perasaan jiwa yang segar ia keluar dari rumahnya, dengan bertopang tongkat atau bersandar pada lengan salah seorang kaum Muslimin untuk mengumandangkan azan di masjid Rasul.
Dia selalu bergantian azan dengan Bilal bin Rabah. Jika salah satu dari mereka berdua azan, maka yang lainnya bertindak mengumandangkan iqamat. Namun Bilal mengumandangkan azan semalam untuk membangunkan kaum Muslimin, sedangkan Ibnu Ummi Maktum mengumandangkannya waktu Subuh.
Oleh sebab itulah, Rasulullah bersabda—terkait waktu sahur pada bulan Ramadhan, "Makan dan minumlah kalian hingga Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan azan..."
Allah telah memuliakan Abdullah bin Ummi Maktum. Ketika Nabi sedang duduk bersama dengan para pemuka Quraisy, diantara mereka terdapat Uqbah bin Rabi'ah. Beliau bersabda, "Tidakkah baik sekiranya kamu datang dengan begini dan begini?"
Kata mereka, "Benar!"
Tiba-tiba Ibnu Ummi Maktum datang menanyakan tentang sesuatu kepada beliau, namun beliau mengelak karena sibuk berbicara dengan para tokoh Quraisy itu. Allah pun menurunkan Surat 'Abasa (seperti yg udah kutulis di atas itu tadi).
Sewaktu ayat ini turun, Rasulullah kemudian memanggil Ibnu Ummi Maktum dan memberinya suatu kehormatan dengan menunjuknya sebagai wakil beliau di Madinah pada saat beliau menghadapi peperangan untuk yang pertama kalinya.
Suatu ketika Abdullah bin Ummi Maktum menyampaikan keinginannya untuk dapat ikut berjihad kepada para sahabat. Tentu saja para sahabat merasa sangat senang karena keutamaan yang dimiliki Ibnu Ummi Maktum. Walau matanya buta, telah lama ia mengharapkan dapat ikut berperang bersama Rasulullah dan pasukan Muslimin.
Abdullah bin Ummi Maktum merasa sangat sedih dan pilu tatkala ayat turun wahyu kepada Rasulullah yang berbunyi, "Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang)."
Ia pun berkata, "Ya Allah, Kau memberiku ujian begini, bagaimana aku dapat berbuat...?" Kemudian turunlah ayat lainnya, "Selain yang mempunyai udzur..."
Kemuliaan seperti apakah gerangan yang lebih tinggi dari penghormatan ini, di mana wahyu diturunkan dua kali lantaran persoalan Ibnu Ummi Maktum; yang pertama merupakan teguran terhadap Rasulullah SAW, dan yang kedua ketentuan berperang bagi orang yang mampu dan berhalangan, termasuk di antaranya adalah Abdullah bin Ummi Maktum.
Walau demikian, Ibnu Ummi Maktum tetap mempunyai hasrat yang kuat untuk berjihad fi sabilillah bersama barisan kaum Muslimin. Dia telah mengutarakan hasratnya berulangkali. Dia berkata kepada para sahabat Rasulullah, "Serahkanlah panji kepadaku, karena sesungguhnya aku adalah seorang buta sehingga tidak akan dapat melarikan diri. Tempatkanlah aku di antara kedua pasukan!"
Sang sahabat yang mulia dan agung ini tidak berakhir hayatnya sebelum Allah mengabulkan hasrat hatinya tersebut. Pada saat Perang Qadisiyah, ia turut berperang sebagai pembawa panji pasukan berwarna hitam. Dialah seorang buta pertama yang turut berperang dalam sejarah peperangan Islam.
baru tau kisah ini..
BalasHapusmakasih abang..
om squ...om squ mengingatkanku kpd ayahku yg suka bgt dengerin al iman radio...
BalasHapus-silentreader: sama2 adek, barakillahu fik
BalasHapus-anonim: eh sama ya, radio al iman surabaya kan?