Kamis, 16 Januari 2014

Kisah Kaum Anshar Usai Perang Hunain

Menjelang tidur, Kevin seperti biasa nagih cerita.
"Pa, ceritain perang apa lagi yang belum?"
"Apa aja yang udah?" tanyaku balik.
"Badar. Uhud."
"Khaibar, Khandaq, eh perang Hunain udah?"
"Hunain?" Kevin melongo.
"Ituuu yang setelah Fathul Mekkah."
"Belum belum belum!" Kevin berbinar2 matanya.

Ya udah besok aja kuceritain tentang perang Hunain (soalnya mau buka Sirah Nabawiyah dulu, hihihi). Kevin ngga suka kalo aku bercerita sambil bawa buku dan membacakannya. Dia sukanya kalo aku bercerita aja, mendongeng tanpa membawa apa-apa. Makanya biasanya topik bahasan kubaca dulu, trs kuceritain ke Kevin dengan bahasa yang mudah dicerna anak-anak.
Buku yang kupakai adalah buku ini nih Biografi Rasulullah : Sebuah Studi Analitis Berdasarkan Sumber-Sumber yang Otentik (judul asli As-Sirah an-Nabawiyyah fi Dhau’i al-Mashadir al-Ashliyyah: Dirasah Tahliliyyah) karya DR. Mahdi Rizqullah Ahmad.
Buku Sirah Nabawiyah yang bagus, tebelnya 1019 halaman. Karena buku ini sangat ilmiah, ditulis oleh dosen Sejarah Nabi di Universitas King Saud, Arab Saudi, maka kita seperti sedang baca buku pelajaran, dengan didasari sumber2 periwayatan yang shahih.


Oke kembali ke perang Hunain.
Ada kisah yang sangat berkesan usai perang Hunain yang pengen banget kuceritain ke Kevin. Bikin mewek deh. Yaitu kala pembagian harta ghanimah di Ji'ranah. Kisah ini kucopy paste kan di blog ini, kuambil dari salafy dot or dot id, ditulis oleh Ustadz Abu Muhammad Harits, kisah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu anhu , dari sini beliau berkata:

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mulai membagi-bagikan ghanimah kepada beberapa tokoh Quraisy dan kabilah ‘Arab; sama sekali tidak ada dari mereka satu pun yang dari Anshar. Hal ini menimbulkan kejengkelan dalam hati orang-orang Anshar hingga berkembanglah pembicaraan di antara mereka, sampai ada yang mengatakan: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallamsudah bertemu dengan kaumnya kembali.”

Kemudian masuklah Sa’d bin ‘Ubadah menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, katanya: “Wahai Rasulullah. Orang-orang Anshar ini merasa tidak enak terhadap anda melihat apa yang anda lakukan dengan harta rampasan yang anda peroleh dan anda bagikan kepada kaummu. Engkau bagikan kepada kabilah ‘Arab dan tidak ada satu pun Anshar yang menerima bagian.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: “Engkau sendiri di barisan mana, wahai Sa’d?”
Katanya: “Saya hanyalah bagian dari mereka.”
Kata Rasulullah: “Kumpulkan kaummu di tembok ini.”

Lalu datang beberapa orang Muhajirin tapi beliau biarkan mereka, dan mereka pun masuk. Datang pula yang lain, tapi beliau menolak mereka. Setelah mereka berkumpul, Sa’d pun datang, katanya: “Orang-orang Anshar sudah berkumpul untuk anda.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pun menemui mereka, lalu beliau memuji Allah dan menyanjung-Nya dengan pujian yang layak bagi-Nya. Kemudian beliau bersabda: “Wahai sekalian orang Anshar, apa pembicaraanmu yang sampai kepadaku? Apa perasaan tidak enak yang kalian rasakan dalam hati kalian? Bukankah aku datang kepada kalian dalam keadaan sesat lalu Allah memberi hidayah kepada kamu melalui aku? Bukankah kamu miskin lalu Allah kayakan kamu denganku? Bukankah kamu dahulu bermusuhan lalu Allah satukan hati kamu?”

Kata mereka: “Bahkan Allah dan Rasul-Nya lebih banyak memberi kebaikan dan keutamaan.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menukas: “Mengapa kamu tidak membantahku, wahai kaum Anshar?”

“Dengan apa kami membantahmu, wahai Rasulullah? Padahal kepunyaan Allah dan Rasul-Nya semua kebaikan serta keutamaan,” jawab orang-orang Anshar.

Kata Rasulullah   Shallallahu ‘alaihi wasallam: “Demi Allah, kalau kamu mau, kamu dapat mengatakan dan pasti kamu benar dan dibenarkan: ‘Engkau datang kepada kami dalam keadaan didustakan, lalu kami yang membenarkanmu. Engkau datang dalam keadaan terhina, kamilah yang membelamu. Engkau datang dalam keadaan terusir, kamilah yang memberimu tempat. Engkau datang dalam keadaan miskin, kamilah yang mencukupimu. Apakah kalian dapati dalam hati kamu, hai kaum Anshar keinginan terhadap sampah dunia, yang dengan itu aku melunakkan hati suatu kaum agar mereka menerima Islam, dan aku serahkan kamu kepada keislaman kamu. Tidakkah kamu ridha, hai orang-orang Anshar, manusia pergi dengan kambing dan unta mereka, sedangkan kamu pulang ke kampung halamanmu membawa Rasulullah n? Demi yang jiwa Muhammad di Tangan-Nya, kalau bukan karena hijrah, tentulah aku termasuk salah seorang dari Anshar. Seandainya manusia menempuh satu lembah, dan orang-orang Anshar melewati lembah lain, pastilah aku ikut melewati lembah yang dilalui orang-orang Anshar. Ya Allah, rahmatilah orang-orang Anshar, anak-anak kaum Anshar, dan cucu-cucu kaum Anshar.”

Mendengar ini, menangislah orang-orang Anshar hingga membasahi janggut-janggut mereka, sambil berkata: “Kami ridha bagian kami adalah Rasulullah   Shallallahu ‘alaihi wasallam.”

1 komentar:

  1. jadi pengen ketemu dora eman neeh! Mau pinjam pintu ajaibnya biar bisa datang ke jaman Nabi, berharap bisa menjadi salah satu sahabatnya.

    BalasHapus