Kesalahan Anak Yang Berulang

Anak Anda "nakal"?
Udah dibilangin, dia minta maap, eeh diulang lagi kesalahan yang sama.
Dimarahin, trs jadi anak manis, eeh diulang lagi kesalahan yang sama. Itu itu lagi.
Padahal kesalahan anak juga belum tentu 100% kesalahan dia.
Kata Ayah Edi, "Dalam pandangan psikologi pendidikan, diketahui lebih dari 70% perilaku anak itu adalah cerminan langsung dari orangtuanya."
Jadi, jangan selalu merasa orangtua adalah pihak yang selalu benar dan anak lah pihak yang selalu salah (sehingga pantas dimarahi dan disalahkan). Anak begitu itu ya karena kita yang membentuknya begitu, baik sengaja atau tidak.
 
Temen2nya omsqu yang semoga senantiasa istiqomah dalam kebaikan.
Konon anak di bawah enam tahun itu jangan dimarahi.
Dia belum faham. Tiwas ortu ngamuk2, otot lehernya keluar2, si anak cuma bengong doang.
Yang dia fahami adalah:
Ayah dan bundanya ngamuk. 
Aku dilarang ini itu. 
Abi Umi kalo ngamuk serem.

Dan kesalahan akan diulanginya lagi.

Ngga usah marah membabi buta.
Marahin anak boleh2 aja, tapi yang ga boleh itu membabi buta nya itu lho (karena mengandung babi di dalamnya, hihihi).

Lagian ya, kita sendiri nih yang udah dewasa aja masiiiih sering mengulang2 kesalahan yang sama. Udah tau salah, udah tau dosa, tapi masih aja dilakukan.
Apalagi anak2 yang belum baliq,
belum tau mana buruk mana baik,
begini begitu yang penting asyik. 


Sebelum bahas tentang kesalahan anak yang berulang, mari kita bahas soal memarahi anak dulu.
Karena saking jengkelnya kita nih, akhirnya marah membabi buta. Meleddaaaak amarah yang tidak terkendali. Ngamok dipol-polin.
"Kamu kok maaaaleees banget sih. Disuruh belajar kok susah banget!" jerit si Ibu Muda dengan wajahnya yang mengerikan. Entah kemana wajah keibuan yang tatapan sayangnya dirindu anak-anak. Berganti dengan mata merah melotot dan urat leher keluar2 seperti lehernya Iwan Fals saat bernyanyi di panggung Kantata.
"Biarin! Ibu ngga mau nemenin belajar lagi! Biar nanti nilainya JELLEEEK!! Biar nanti ga naik kelas!"
Wowo wowo. Marah model apa ini? Penuh caci maki.
Kemarahan begini ini mengandung unsur:
1. Sugesti negatif
2. Mengancam
3. Mendoakan keburukan

Anak jadi tersugesti negatif bahwa dia ini anak pemalas. Ooo, aku anak malas to. Aku pemalas. Iya, aku pemalas. Aku pemalas. Diulang2 dalam hatinya bahwa dia anak pemalas. Si anak pun diancam ditakut2i bahwa ibunya akan menjauh, ngga mau menemaninya lagi belajar. Dia takut ibunya pergi. Dia takut sendirian. Dan yang terakhir, doa ibu yang seharusnya mustajab malah dipakai untuk mendoakan keburukan bagi anaknya sendiri biar nilainya jeLLek (penekanan pada huruf L) dan ngga naik kelas.

Kenapa sugesti negatifnya ngga diganti jadi positif aja?
Kenapa mengancamnya ngga diganti pujian aja?
Kenapa ngga mendoakan kebaikan aja?

Suatu hari ada anak kecil di warung, dia jalan2 sendiri agak jauh dari ayahnya. Lalu ayahnya menegur. "Jangan kesituuu!! Hiii hiiiada setaaaaan hiiiii. Ntar digondol setaaaan." Lalu si anak berlari2 memeluk ayahnya.
Aku ngenes monica liatnya. Lha yang sini berusaha bikin anak ga takut setan kok yang itu malah nakut2in.

Dulu pernah kejadian, waktu di kamar malem2, Kevin pengen ke kamar mandi, tapi takut dan minta dianterin. Kebetulan di rumah Jombang kamar mandinya jauh di belakang.
Trs aku bilang ke dia, "Tau ngga K kamu itu pemberani sejak kecil." kataku dengan tatapan mata berbinar2 dan bangga. Ini pujian sekaligus sugesti positif buat Kevin, "Jaman kamu kecil dulu (mungkin usia enam atau tujuh bulanan) kamu pernah disuntik ama Bu Warsih. Ngga ada takut2nya ama jarum suntik. Bahkan ngga nangis. Padahal yang disuntik pahamu." ceritaku. Ini cerita yang seriiiing kuulang2, "Bahkan dokter Warsih bilang waaaa berani yaaaa.. Padahal anak2 kecil yang lebih gede dari kamu udah pada takut ama jarum suntik."
Eeeee.... you know what!???
Tiba2 Kevin turun dari tempat tidur dan ke kamar mandi sendirian!
It works!!

Kasih sugesti positif. Kasih pujian. Si anak bakal jadi pede, dan tentu saja makin mencintai kita.
Marah yang membabi buta hanya akan bikin anak dendam dan membenci orangtuanya.
Ada temenku dan adiknya yang sangat membenci orangtuanya. Dua2nya adik kakak ini pinter2 secara akademis, tapi hasrat terpendamnya sejak dulu adalah pengen minggat! Dulu kakaknya yang cerita aku pengen kabur dari rumah. Sekarang adeknya yang begitu juga. Mereka sangat benci pada ayah ibu nya.
Ya Allah. Kenapa bisa gitu?
Karena selain otoriter, ayah dan ibunya kerap mengejek jika marah, mencaci maki dan mendoakan buruk.
Catet bener soal ini.

Oke next.
Lalu bagaimana mengatasi kesalahan2 anak yang sama yang diulang2.
Jadi gini.
Masih inget kan apa aja kesalahannya yang selalu berulang?

Well, Kevin pun begitu. Selalu melakukan kesalahan2 yang itu itu lagi. Seakan2 masuk kuping kiri keluar kuping kanan. Ga nyangkut. Kesalahan itu dilakukannya lagi.

Karena jengkel Kevin selalu mengulang kesalahan2 yang sama, aku lalu menuliskan di whiteboard apa2 aja "nakal" dan kekurangannya. Ada lima poin yang kutulis. Yaa mungkin sebenernya lebih banyak dari itu, tapi yang kutulis hanya lima.

Dia sedih, "Nanti kalo temen2ku ke kamar jadi tau dan baca, Pa." katanya.
"Ya bentar aja, ini biar kami tau." kataku.
Dan K tetap sedih mukanya.

Lalu kubilang kepadanya, "Ada banyaaaaak kebaikanmu yang ga Papa tulis. Mau kutulis?"
Kemudian kutulislah apa-apa yang baik pada dirinya. Banyak. Hampir memenuhi separoh whiteboard.
Kevin pun mesem2 malu. Sepertinya dia seneng.
Lalu kuhapus lagi tulisan yang baik2 tadi. Kusisakan lima yang jelek aja.
"Yang baik2 ngga usah diinget. Yang kamu inget yang kurangmu ini aja, cuma lima. Bisa kan ngalahinnya?"
Trs Kevin mengangguk. Mantep.
Uuu.. anak coleh.

Pelajaran dari Pak Ekonov sebatas yang kuinget:
Maklumi kesalahan anak, tapi jangan biarkan anak merasa benar dengan kesalahannya.

Sekedar berbagi cerita aja ya Gan.
Mudah2an ada manfaatnya.