Jumat, 23 Desember 2011

Kisah Jabir r.a.

Aku sukkkaaa cerita ttg Jabir r.a., dan untanya, dan menikahi janda demi adik2 perempuannya, dan ttg bantalnya. "Demi Alloh ya Rasululloh, aku tidak memiliki satu bantal pun." dan tentang betapa mulianya Rosululloh SAW kepada Jabir (maupun sahabat2nya yg lain). Sering bgt cerita ini kuulang2 kalo lg mendongeng di rumah.
Cerita aku nukil dari berbagai sumber, termasuk dari buku bestseller berjudul Biografi Rasulullah: Sebuah Studi Analistis Berdasarkan Sumber-sumber yang Otentik karya Dr. Mahdi Rizqullah Ahmad, seorang pengajar di Universitas Raja Sa'ud, Saudi Arabia.

===============================

Setelah pengusiran Bani an-Nadhir, Rasulullah menetap di Madinah selama bulan Rabi’ul Akhir dan sebagian Jumadil Ula. Setelah itu beliau berangkat ke Nejed untuk menyerang Bani Muharib dan Bani Tsa’labah dan Ghathafan. Beliau menunjuk Abu Dzar al-Ghifary sebagai imam sementara di Madinah. Rasulullah berjalan hingga tiba di Nakhl [Nama sebuah tempat di Nejed di wilayah Athfaan] . Di sanalah terjadi perang Dzat ar-Riqa’ [Disebut Dzat ar-Riqa' karena mereka mengoyak bendera mereka. Ada yang mengatakan bahwa Dzaatur Riqa' adalah nama sebuah pohon di sana. Ada pula yang mengatakan disebut Dzat Riqa' karena batu-batuan mengoyak tapak kaki mereka, sehingga koyak, lalu disebut dengan Dzat Riqa'] . Maka bertemulah dua pasukan besar. Kedua belah pihak saling mendekat, namun tidak terjadi pertem-puran antara keduanya, karena masing-masing pihak merasa takut, hingga Rasulullah mengerjakan shalat Khauf bersama para sahabat.


Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah RA., ia berkata, “Aku keluar bersama Rasulullah pada perang Dzat ar-Riqa’, dari Nakhl dengan mengendarai seekor unta yang lemah. Ketika Rasulullah kembali dari perang Dzat ar-Riqa’, teman-temanku dapat berjalan dengan lancar, sementara aku tertinggal di belakang hingga beliau menyusulku. Beliau bersabda kepadaku, “Apa yang terjadi denganmu, wahai Jabir.?” Aku menjawab, “Wahai Rasulullah, untaku berjalan sangat pelan.” Beliau bersabda, “Suruh ia duduk!” Aku mendudukkan untaku dan beliau juga mendudukkan untanya. Setelah itu beliau bersabda, “Berikan tongkatmu kepadaku!” Atau beliau bersabda: “Potongkan sebuah tongkat untukku dari pohon itu.”

Lalu aku pun mengerjakan perintah Rasulullah SAW., dan beliau mengambil tongkat yang dimintanya. Beliau menusuk lambung untaku beberapa kali kemudian bersabda, “Naikilah untamu!” Aku segera menaikinya. Demi Allah yang mengutus beliau dengan membawa kebenaran, untaku mampu menyalip unta beliau. Kami bercakap-cakap, kemudian beliau bersabda, “Wahai Jabir, apakah engkau bersedia menjual untamu kepadaku?” Aku menjawab, “Tidak wahai Rasulullah, namun aku akan menghibahkannya kepadamu.” Beliau bersabda, “Juallah untamu ini kepadaku!” Aku menjawab, “Kalau begitu, hargailah untaku ini.!” Beliau bersabda, “Bagaimana kalau satu dirham.?” Aku menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah, kalau harganya seperti itu, engkau merugikanku.” Beliau bersabda, “Dua dirham.?” Aku menjawab, “Aku tidak mau seharga itu, wahai Rasulullah.”

Beliau terus menaikkan penawaran hingga harga unta itu mencapai satu uqiyah. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau ridha dengan harga itu.?” Beliau menjawab, "Ya." Aku berkata: “Kalau begitu unta ini menjadi milikmu.” “Ya, aku telah terima” jawab beliau lalu bersabda, “Wahai Jabir, apakah engkau sudah menikah.?” “Sudah, wahai Rasulullah,” Jawabku. Beliau bertanya, “Dengan gadis ataukah janda.?” “Dengan janda,” Jawabku. Beliau bersabda, “Kenapa engkau tidak menikahi seorang gadis hingga engkau bisa bercanda dengannya dan ia bisa bercanda denganmu.?” Aku menjawab, “Ayahku gugur di perang Uhud dan meninggalkan tujuh orang anak perempuan. Aku menikahi seorang wanita yang dewasa sehingga bisa mengurus dan mengasuh mereka.” Beliau bersabda, “Engkau benar, insya Allah. Bagaimana jika telah tiba di Shirar [Sebuah tempat kira-kira 3 mil dari kota Madinah] nanti aku perintahkan penyiapan unta untuk disem-belih, kemudian kita adakan jamuan daging unta pada hari tersebut hing-ga istrimu mendengar kabar tentang kita dan ia melepaskan bantalnya?”

“Aku tidak memiliki bantal wahai Rasulullah,” jawabku. Beliau bersabda, “Engkau akan memilikinya insya Allah. Karena itu, jika eng-kau telah tiba di rumahmu, maka lakukanlah perbuatan orang cerdik.”

Setibanya di Shirar, Rasulullah SAW., memerintahkan para sahabat untuk menyiapkan unta dan kemudian disembelih. Kami mengadakan jamuan makan pada hari itu. Pada sore hari, beliau masuk ke rumah, dan kami pun masuk ke rumah kami. Aku ceritakan kisah ini dan sabda Rasulullah kepada istriku. Istriku berkata, “Lakukanlah itu, dengar dan taatlah.” Esok paginya aku membawa untaku, menuntun dan menduduk-kannya di depan pintu masjid Rasulullah, kemudian aku duduk di dekat masjid. Ketika beliau keluar dan melihatnya, beliau bersabda, “Apa ini?” Para sahabat menjawab, “Ini unta yang dibawa Jabir.” Beliau bersabda, “Di mana Jabir?” Aku pun dipanggil, kemudian beliau bersabda, “Wahai anak saudaraku, ambillah untamu, karena ia menjadi milikmu!” Beliau memanggil Bilal dan bersabda kepadanya, “Pergilah bersama Jabir, dan berikan kepadanya uang satu uqiyah!” Aku pergi bersama Bilal, dan kemudian ia memberiku uang satu uqiyah dan memberi sedikit tambahan kepadaku. Demi Allah, pemberian beliau tesebut terus berkembang dan bisa dilihat tempatnya di rumahku hingga aku mendapat musibah di perang al-Harrah belum lama ini.

***

Ada jg nih kisah ini yg sering dicerita2in ustadz2 kalo pengajian (di Riyadush Sholihin jg kalo ga salah ada ya)
======================================

Sejak ayahnya meninggal, Jabir tidak pernah absen dari satu peperangan pun bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.. Di setiap peperangan, ia mengalami sebuah peristiwa yang diriwayatkan dan dijaga. Kita tinggalkan pembicaraan tentangnya. Ia sendiri yang menceritakan salah satu peristiwa bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam..


Jabir berkata, "Pada hari persiapan Perang Khandaq, kami menggali. Lalu batu besar yang keras menghalangi kami, sehingga kami pun tidak mampu untuk memecahkannya. Kami datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, 'Wahai Nabi Allah, jalan kami terhalang dengan batu besar yang keras. Cangkul-cangkul kami tidak dapat berbuat apapun terhadapnya.' Maka Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata, 'Tinggalkan batu itu, aku akan turun ke batu itu.' Kemudian beliau berdiri sedangkan perutnya diganjal dengan batu karena sangat lapar. Hal itu terjadi karena kami tidak makan selama tiga hari. Maka beliau mengambil cangkul dan memukul batu itu. Maka batu itu pun menjadi pasir secara perlahan-lahan."

Ketika itu, keinginanku untuk menolong rasa lapar yang menimpa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bertambah. Maka aku pun menghadapnya dan berkata, "Apakah kau izinkan aku pergi ke rumahku wahai Rasulullah?"

Beliau berkata, "Pergilah."

Ketika sampai di rumah, aku berkata kepada istriku, "Aku lihat baginda Rasulullah merasakan rasa lapar yang amat sangat. Tidak ada seorang pun manusia yang dapat menahannya. Apakah kau mempunyai sesuatu?"

Dia berkata, "Aku punya sedikit biji gandum dan kambing kecil."

Aku berdiri menuju kambing itu lalu menyembelihnya dan memotong-motongnya. Setelah itu, aku letakkan di kuali. Aku juga mengambil biji gandum dan menggilingnya. Lalu aku serahkan kepada istriku. Ia pun memasaknya. Ketika aku tahu daging itu hampir matang, dan adonan sudah lembut dan hampir matang, aku pergi menuju Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.. Aku katakan kepadanya, "Kami sudah membuat sedikit makanan untukmu wahai Nabi Allah. Makanlah beserta satu orang atau dua orang yang kau ajak makan bersamamu."

Beliau bertanya, "Berapa banyak makannya?"

Aku pun menyebutkan banyaknya. Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam tahu ukuran makanan itu, beliau berkata, "Wahai para pembuat parit, Jabir telah membuat makanan untuk kalian. Kemarilah kita menuju rumahnya."

Kemudian beliau menoleh kepadaku dan berkata, "Pergilah ke istrimu dan katakan kepadanya, 'Jangan kau turunkan kualimu dan jangan kau buat roti adonanmu sampai aku datang.’”

Aku pun pergi ke rumah. Aku merasa gundah dan malu. Tidak ada yang tahu keadaanku ini kecuali Allah. Aku pun berkata, "Apakah penduduk Khandaq akan datang kepada kita dengan hanya disuguhi satu sha gandum dan satu kambing kecil?"

Aku pun menemui istriku dan berkata, "Celakalah engkau, ketahuan keadaanku yang sebenarnya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam akan datang bersama semua pembuat parit ke rumah kita."

Ia pun berkata, "Apakah beliau berkata, 'Berapa banyak makananmu?'"

Aku jawab, "Ya."

Ia berkata, hilangkanlah kegundahanmu dari dirimu, Allah dan Rasul-Nyalah lebih tahu. Hilanglah kesedihanku dengan perkataannya itu.

Makanan itu hanya sedikit hingga Rasulullah tiba. Bersama beliau, ada orang-orang Anshar dan Muhajirin. Beliau berkata, "Masuklah dan jangan berdesak-desakan."

Kemudian beliau berkata kepada istriku, "Datangkan seorang pembuat roti untuk membuat roti bersamamu. Duduklah menunggui kualimu dan jangan menurunkannya dari tempat apinya."

Kemudian ia pun mulai memperbanyak roti, mengisinya dengan daging, dan mendekatkannya kepada para sahabat beliau, sedangkan mereka menyantap makanan hingga semuanya kenyang. Kemudian Jabir menyusul sambil berkata, "Aku bersumpah kepada Allah, bahwa mereka ramai-ramai memakan makanan itu, sedangkan periuk kami mendidih dengan penuh seperti sediakala dan adonan kami bisa dibuat kue seperti sediakala. Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada istriku, "Makanlah dan bagikanlah."

Ia pun makan dan mulai menghadiahkannya sepanjang hari itu. Karena itulah, Jabir ibnu Abdillah al-Anshari telah menjadi sumber penyiaran dan petunjuk bagi umat muslim dalam tempo yang lama. Allah telah memanjangkan umurnya hingga hampir satu abad.

***

Satu lagi kisah ttg kaki beliau yg berdebu
=======

Di suatu tahun, ia keluar menuju Kerajaan Romawi untuk jihad fi sabilillah. Pasukan itu dipimpin oleh Malik ibnu Abdillah al-Khatsami. Malik berkeliling-keliling dengan tentaranya. Mereka berangkat untuk mengetahui situasi mereka dan memperkuat kekuatan mereka, serta berbuat baik kepada para pembesarnya dengan kekuatan yang mereka miliki.

Malik kemudian bertemu dengan Jabir ibnu Abdillah yang sedang berjalan kaki, padahal ia sedang membawa keledainya yang diikat dengan tali kekangnya dan dituntun olehnya. Maka Malik berkata, "Ada apa denganmu, wahai Abu Abdullah? Kenapa kau tidak menungganginya? Padahal Allah memberikan kemudahan kepadamu dengan punggungnya yang dapat membawamu."

Maka ia pun berkata, "Aku dengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, 'Barangsiapa yang kedua kakinya berdebu dalam mengerjakan perintah Allah, maka Allah akan mengharamkannya masuk neraka.'"

Kemudian Malik meninggalkannya dan pergi hingga esok pagi ia muncul mendahului para tentara. Kemudian Malik menoleh kepadanya dan memanggilnya dengan suara keras, "Wahai Abu Abdullah, kenapa engkau tidak menunggangi keledaimu, padahal itu milikmu."

Jabir pun mengetahui maksudnya dan menjawabnya dengan suara yang keras, "Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, 'Barangsiapa yang kedua kakinya berdebu dalam melaksanakan perintah Allah, maka Allah mengharamkannya masuk neraka.’”

Orang-orang pun melompat dari binatang tunggangannya.

Mereka semua mendapatkan ganjaran ini. Tidak ada pasukan yang pejalan kakinya lebih banyak dari pasukan itu.

Beruntunglah Jabir ibnu Abdillah al-Anshari. Ia telah membaiat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam yang mulia, sedangkan ia masih kecil, belum balig, berguru kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam sejak kuku-kukunya masih halus, meriwayatkan hadits-hadits yang dinukil oleh para perawi hadits, berjihad bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam padahal ia seorang pemuda dan menebarkan debu ke kakinya di jalan Allah padahal ia sudah tua.

2 komentar:

  1. suka cerita yg kdua,
    niat baik pasti dimudahkan allah =D

    BalasHapus
    Balasan
    1. -rezkaocta: sippp, bener, barakillahu fik

      Hapus