Ibu yang satu mengadu tentang mertuanya yang galak. "Mertuaku kalo ngomong pedes, Om. Nyelekit dan nyakitin hati." katanya suatu hari.
Di lain hari ada orang lain lagi yg curhat hal yg sejenis. Bapak yang satu ini mengadu tentang ibunya yang cerewet. "Tiap hari berantem, Yan. Kalo gini terus aku kuatir durhaka." kata si bapak ini tentang ibu kandungnya.
Laa haula wala quwwata illa billah.
Yang satu "ibu" yang satu "bapak", artinya kedua orang yg ada pada nukilan cerita di atas masing2 udah berkeluarga. Artinya lagi, bahwa mertua dan orangtua yang dibilang galak dan cerewet itu sebenarnya sudah berusia lanjut. Mungkin di atas lima puluh tahun? Atau mgkn di atas enam puluh tahun atau lebih.
Maka yang kusampaikan pertama kali kepada keduanya adalah;
"Yang sabar. Yang sabar."
"Ditambahin lagi ya sabarnya."
Sahabatku fillah yang kucintai karena Allah Ta'ala.
Kalo ortu atau mertua ngomongnya pedes, ya ngga usah dimasukin dong yang pedes2nya. Biasa aja.
First of all, introspeksi diri yuk, aku dan kamu. Mungkin ortu dan mertua yg salah. Tapi mungkin juga kita yg salah cuma ga ngaku.
Mungkin -mungkin lho yaaaa- kita yang kurang perhatian. Yang sabar kepada mereka -orangtua maupun mertua-. Cintai dengan sungguh2. Beri perhatian lebih. Hormati mereka. Letakkan mereka di sini nih (tangan ditaro di atas kepala). Inget bener (tangan ditaro di atas kepala lagi). Kita taati maunya, kita senangkan hatinya, selama ketaatannya tidak melanggar syariat.
Kalo bilang takut durhaka tp tiap hari udah berantem ama ortu nya, itu mah udah durhaka kalee!
Kakakku bilang, kalo lagi beda pendapat ama mamiku, dia bilang, "Aku inget yg katamu itu Yan, yg letakkan di sini." (sambil tangannya ditaro di atas kepala, hihihi).
Alhamdulillah kalo manfaat.
Andai nih udah diberi perhatian lebih belum berhasil ya ngga papa, yang
sabar, yang sabar. Semoga oleh Allah Ta'ala itu tetap tercatat sebagai
amal shalih kita. Ngga pernah ada yg sia2 dgn berbuat baik.
Lalu mudah2an Allah yang Maha
Membolak-balikkan Hati kemudian membuka hati orangtua maupun mertua
kita, aamiin, eh tanpa terasa lama2 beliau menjadi lembut, jadi baik,
dan kita kemudian jadi anak dan menantu kesayangan beliau, insyaa Allah.
Ada cerita nih, udah lama beredar di internet, ga tau asalnya dari mana. Mungkin fiktif tapi bagus.
Tentang seorang menantu yang selalu dicerewetin mertuanya yg galak. Akan kuceritakan ulang dengan bahasaku sendiri ya. Kalo udah tau, mohon maap kalo repsol.
Alkisah si menantu perempuan mengadu kepada Orang Pinter ttg masalah ini. Lalu si menantu diberi teh beracun untuk membunuh mertuanya, "Seduh ini setiap hari, minumkan pada ibu mertua mu." pesan si Orang Pinter tadi, "Efeknya sangat lambat, namun bener2 mematikan. Tapi syaratnya, kamu kudu baik2in ibu mertuamu, supaya keluarga ga ada yg curiga kepadamu kalo suatu ketika si ibu ini mati terbunuh."
"Baiklah." kata si menantu dengan senyum jahat.
Maka tiap hari si menantu menyeduhkan teh beracun ini kepada mertuanya. Dia pun harus berpura2, acting bersikap lemah lembut kepada si ibu mertua. Lama kelamaan, kok si mertua jadi baik ya kepadanya? Makin lama si mertua makin sayang kepadanya. Begitu pula si menantu, semakin dekat semakin tambah sayang. Si menantu akhirnya panik dan menyesal. Udah berapa banyak racun yang ia masukkan ke perut ibu mertuanya.
Si menantu lalu mengadukan hal ini ke Orang Pinter tadi. "Saya ingin membatalkan rencana membunuh ibu mertua saya. Dia sekarang baik sekali dan sayang kepada saya. Beliau ngga cerewet lagi. Saya ingin minta obat penawarnya. Saya sayang kepadanya."
Lalu si Orang Pinter tertawa, "Racun apaan. Itu teh biasa kok."
Hwekekekek.
Alhamdulillah ya happy ending.
Rahasianya ternyata ada di kasih sayang. Bersikap lemah lembut aja.
Eh jadi inget sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang kemaren diobrolin di Forum Shalahuddin jempol group whatsapp, "Man laa yarham, laa yurham".
Barang siapa yang tidak menyayangi, maka tidak akan disayangi, dari hadits riwayat Imam Muslim.
Oke lanjut.
Aku mau cerita lagi nih. Tapi bukan fiktif.
Kisah nyata dgn nama yg disamarkan tentu saja. Semoga bisa diambil point nya.
Dalam sebuah keluarga, ada pembagian warisan dengan hitungan yang syar'i. Setelah dihitung2, si Fulan akan mendapat jatah uang sebutlah seratus juta. Alhamdulillah, besar sekali. Fulan dan istrinya merasa riang gumbira. "Umroh yuk. Lunasin utang yuk." dan sebagainya dan sebagainya rencana disusun.
Lalu saat akan diberikan uangnya, si ibu kandung menelepon, "Ntar duitmu kukasih empat belas juta aja ya. Sisanya mau dibangunin kontrakan (punyamu) di belakang sini."
Jlebb! Doweeeng.
Emp.. emp.. empat belas juta?
Muka Fulan dan istrinya seketika kecut.
Bayangan uang seratus juta di tangan, ternyata cuma dapet empat belas juta. Padahal yang paling penting, si Fulan butuh uang sekitar empat puluh jutaan untuk melunasi hutangnya ke pihak ketiga.
"Tapi bu..." si Fulan lalu mengadukan maksudnya. Namun si ibu tetap menjelaskan soal pembangunan rumah kontrakan.
Istri Fulan mengerutkan alis, "Bilang dong, bi. Bilang." bisiknya protes.
"Ssst." Fulan menggeleng, melototin bininya. Kemudian ia menjawab ibunya di telepon dengan, "Iya, Bu. Iya. Iya."
Fulan inget untuk meletakkan ibunya di sini nih (tangan di atas kepala).
"Rejeki ngga kemane. Yang sabar." kata Fulan kepada istrinya, "Yang penting ibu seneng. Toh duitnya ngga kemana, wong buat bikin kontrakan buat kita juga." Ngga dapet duitnya pun ngga apa apa kan? Yang penting mah dapet barokahNya.
Ternyata di seberang sana si Ibu mikir tuh. Kesian juga ya anak gue nu kasep pisan.
Besoknya si Ibu nelepon lagi, "Jadi butuh buat bayar utangnya berapa?"
Alhamdulillah. Hutang lunas, kontrakan tetap dibangun. Alhamdulillah.
Bayangkan jika andai, si Fulan ini bilang dgn suara keras, "Ibu tauk gak, aku udah punya rencana begini begitu. Uang waris itu kan HAK ku bu. Itu HAK ku! Kenapa semua semua urusanku selalu ibu campuri. Aku bukan anak kecil lagi Bu!!" lalu telepon dibanting. Lalu si istri ikut ngomporin.
Kemudian di lain hari si Fulan mengadu takut durhaka.
Whatthaaa...
*sumpel mulutnya pake gombal mukiyo
Bahkan ada lho seorang ibu yang saking seringnya disakiti anak perempuannya lalu bilang, "Rasakno kowe engko diwales anakmu koyo ngene!" (rasakan nanti kamu akan dibalas dgn diperlakukan buruk oleh anakmu sebagaimana kamu memperlakukan aku dengan buruk, kira2 gini maksudnya). Hiii serem ya.
Na'udzubillahi mindzalik.
Sahabatku fillah yang semoga dimuliakan Allah.
Suatu hari, Ustadz Na'im (beliau ngajar di Yay PP Darul Ulum Jombang) berkata tentang posisi orangtua kita yang sudah tua, "Yo iki gunung emas, Ji. Yo iki." katanya dengan menggebu2.
Maksud beliau bahwa berbakti kepada orangtua yang sudah tua itu adalah ladang amal yang luar biasa.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali
lagi celaka orang yang mendapatkan kedua orangtuanya berusia lanjut,
salah satu atau keduanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk surga."
(HR Muslim dan Ahmad)
Ya Allah.
Jangan sampe
kita termasuk hambaMu yang celaka, karena tidak memuliakan orangtua.
Mumpung (bagi kita yang) orangtua nya masih hidup nih, Gan. Dimaksimalkan deh berbaktinya. Ntar nyesel lho. Nyeseeel bener.
Kalo belum bisa nyenengin orang tua,
minimal...
jangan bikin mereka sedih.
Udah banyak cucuran keringat dan air mata mereka buat kita anak2nya.
Yuk kita perlakukan orangtua dan mertua kita sebaiiiiiiiiiik mungkin, semoga itu dicontoh oleh anak2 kita kelak memperlakukan kita dan semoga menjadi pemberat catatan amal shalih kita, aamiin.
Moga2 bermanfaat ya.
Barakallahu fiikum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar