Senin, 17 Oktober 2011

Anak-anak yang Pelupa

 Barusan ane dari rumah sakit Islam Sakinah, di ruang tunggu, di bangku yang panjang itu, ada seorang ibu duduk sementara anaknya yg sakit, lemas, muka kuyu disuruhnya tidur di bangku panjang itu. Si ibu dgn tatapan iba penuh kasih sayang membetul2kan baju si anak kecil yg terbuka perutnya, lalu si ibu mengibas2 celana pendek si anak kecil yg agak kotor berdebu. Si anak mencoba memejamkan mata, sementara si ibu menatap dalam diam, sambil menunggu giliran namanya dipanggil.

Saudara2ku yang semoga dimuliakan Alloh.
Kita ini emang orang2 pelupa ya.
Kita lupa siapa yg membawa2 kita dalam perutnya selama sembilan bulan.

Punya tas ransel leptop ngga? Beratnya mungkin tiga kiloan. Coba dibawa di depan, selama seminggu aja. Sejak tidur sampe tidur lagi. Dibawa kerja, di bawa dapur, di bawa jalan2, ke kamar mandi, ke masjid, ke luar kota. Dibawa2 kemana pun kita pergi. Berat banget, boss. Tapi dia melakukannya dgn ikhlas dan penuh cinta, membawa2 kita kemana2. Coba bayangkan bagaimana wajahnya ketika beliau masih berusia muda dulu.
Dan sekarang kita berani bersuara keras kepadanya.

Kita lupa siapa yg menyusui kita ketika kita bayi, memberi makan kita, memberi dekapan hangat penuh cinta, memandikan, mencium2i dan menggendong kita kemana2. Membangga2kan kita di depan sanak saudara. Membisikan kata2 yg menyejukkan hati ketika kita menangis. Coba bayangkan bagaimana wajahnya ketika beliau tertawa riang menimang-nimang kita.
Dan sekarang kita berani membuatnya menangis.

Kita lupa siapa yg panik ketika kita jatuh. Siapa yg diam2 menangis ketika kita di rawat di rumah sakit. Siapa yang pontang-panting nyari pinjeman duit kesana-sini. Minjem bude ini, minjem mas itu, sodara2 yang lebih mampu secara ekonomi untuk membiaya ongkos rumah sakit. Coba bayangkan wajahnya ketika beliau susah hati saat itu. Kita lupa siapa yang ingin menukar kesembuhannya untuk kita (andai bisa). "Biarlah emak aja yang sakit, jangan kamu."
Dan sekarang kita berani mengkhianatinya.

Kita lupa siapa yang menyekolahkan hingga kita jadi seperti sekarang. Siapa yg mendidik kita jadi pintar seperti sekarang. Siapa yg kita cari ketika pertama kali pulang sekolah, "Emak mana?" Siapa tempat kita berteduh, berkeluh kesah, selalu menasehati yg terbaik buat kita dari kecil hingga dewasa. Betapa beliau ingin yang terbaik buat kita.
Siapa yang selalu mendoakan kita, memohon kepada Alloh yang terbaik buat anak2nya, menyebut nama kita di setiap usai sholat fardhunya. Coba bayangkan wajah tua beliau yang masih basah oleh sisa2 air wudhu.
Dan sekarang kita berani bilang dia terlalu mencampuri urusan kita.

Kita lupa cerita tentang Alqomah (haditsnya lemah) dan Juraij.
Kita lupa cerita tentang Uwais.
Kita lupa bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu.


Cerita tentang Uwais dan Juraij bisa dibaca di sini

3 komentar:

  1. matur suwun mas dah diingatkan...
    insyaAlloh birrul walidain yang sudah dilakukan bisa istiqomah dan ditambah kualitas dan kuantitasnya

    BalasHapus
  2. -apep: sama2 mas apep, untuk ngingetin diriku sendiri jg. barakallohu fik.

    BalasHapus
  3. Saya tak ingin surga hanya dibawah telapak kaki ibu, saya ingin surga bagis eluruh kehidupan ibu

    BalasHapus