Rabu, 29 Mei 2013

Berkacamata Akhirnya

Ini cerita lama, jaman aku masih mudaan dikit saat penempatan di Pamekasan, sebuah kota kecil di sebuah pulau: Isla de Saal.
Kebarat2an ya? Hihihi, aslinya pulau garam: Madura.
Sebenernya ya, aku itu udah senior di kantor, tapi saat itu aku baru saja "diturunkan jabatan" ku dari Korlak (Koordinator Pelaksana), menjadi pelaksana biasa. Ini terjadi dalam rangka persiapan menuju modernisasi DJP, saat semua Korlak dikembalikan menjadi pelaksana biasa lagi, hingga turun SK Jabatan yang baru. Dan aku yang sebenernya sudah cukup makan asam garam ini akhirnya dikembalikan lagi duduk di front desk, alias TPT (Tempat Pelayanan Terpadu). Sigh.

Lobby TPT adalah wajah kantor kami.
Berawal dari bagian depan kantor kami yang memang berkesan garang, angker dan macho. Bangunannya tinggi, gede, dengan dinding luarnya yang dilapisi keramik hitam, dan pilar2 yang kokoh. Pintu masuknya berupa kaca tembus pandang, menghubungkan dunia luar yang panas dengan bagian dalam lobby yang adem. Lobby di kantor kami ini besar dan luas sekali. Atapnya tinggi menjulang hingga tembus ke langit2 lantai dua, yang dihubungkan dengan sebuah tangga besar di sebelah kiri.
Tangga yang besar dan anggun. Itu lho kaya tangga yang dipake Kate Winslet di film Titanic. Atau tangga yang dipake Cinderella atau mungkin tangga yang dipake si Bawang Putih (ada ngga?).
Seakan2 nih ya, yang pantes turun di tangga itu jalannya kudu perlahan, anggun gemulai, langkah demi langkah, dengan make rok pesta yang lebar, mewah dan mahal. Hahaha. Hayalanku aja sih, lha wong yang biasa naik turun di situ ya temen2ku doang -kalo ngga ya Wajib Pajak-.hwehehe.


Di bagian tengah lobby itu, berderet2 kursi empuk yang disediakan untuk Wajib Pajak, tertata rapi di situ. Semua kursi menghadap ke meja panjang petugas front desk TPT yang berada di depannya. Aku duduk di balik meja panjang itu, dengan senyum manis menawan, siap melayani Wajib Pajak yang datang.

Hari itu, lobby TPT sepi.
Aku berkemeja hitam, duduk di front desk.
Ehem.
Ngga front2 amat sih, soalnya yang paling ujung depan sana itu mejanya satpam di deket pintu kaca.

Hanya ada satu dua orang tamu yang pagi itu sedang melaporkan kewajiban pajaknya.
Tapi dari dalem, aku lihat di luar sana, di depan pintu kaca, ada seorang ibu2 yang mondar mandir. Itu ngapain beliau kok ngga masuk2. Setelah agak lama mondar mandir, akhirnya masuk juga, ngobrol ama satpam sebentar, lalu diarahkan menuju ke arahku. Dengan senyum ramah kusambut beliau dengan sopan, dan kupersilakan duduk.

Si Ibu tua itu pun menceritakan keperluannya.
Dan aku lupa waktu itu keperluan beliau apa.
Dowweeeeng.
Gimana mau cerita, kalo lupa.
Maap ya temen2, maklum deeh, faktor U (Unyu).

Udah kuinget2, tapi masih lupa hahaha. Kacau deh. Udah nulis panjang2, kok lupa.
Yaaa intinya, si Ibu ini tadi itu muter2 di depan pintu ngga berani masuk. Takut dan tegang sekali.
Jadi ceritanya (kalo ga salah) suami beliau ini dapet surat teguran atau apa gitu, sementara suaminya udah meninggal. Dan si Ibu ini blank, ngga tau urusan apapun soal pajak dan NPWP.
Sejak awal si Ibu udah takut urusan ama Pajak, dan begitu sampe lalu tahu gedungnya gede garang begini, si Ibu makin ciut nyalinya.
Maka di depan pintu kaca itu tadi katanya dia berdoa kepada Allah Ta'ala, semoga hari ini ketemu orang baik yang mau nolong dia menyelesaikan urusannya.

Kebetulan kan mata si Ibu ini sakit tua, ngga bisa nulis atau pun baca. Mungkin matanya plus, tapi kacamata pun ngga ada. Repot kan?
Gimana kalo aku nanti diminta nulis ini itu atau pun tanda tangan? pikirnya sejak dari rumah.
Maka beliau pun udah menyiapkan dari rumah uang sepuluh ribu, buat minta tolong satpam nulisin, jika sewaktu2 dibutuhkan. Kasihan ya.
Aku membayangkan jika beliau ibuku, yang harus naik angkot sendirian ngurusin tentang mendiang suaminya. Pasti takut dan cemas. Sama lah kaya kalo kita mau ngurus sesuatu ke instansi pemerintah. Bawaannya takut kan? Takut jika dipersulit dan dilayani tidak baik. Takut jika repot harus bolak balik. Takut jika harus keluar uang banyak. Apalagi dengan matanya yang sudah plus, yang sudah tidak bisa menulis dan membaca lagi.
Ah, kapan kah masa itu tiba kepadaku.
Saat mata ini mulai berkurang kemampuannya.
Hari itu aku hanya merasa kasihan. Mana menyangka bahwa pada akhirnya aku berkacamata pada hari ini, bertahun-tahun kemudian.

akhirnya berkacamata plus
#pencitraan
Maka pagi itu alhamdulillah masalah Si Ibu tua tadi bisa kubantu. Ada beberapa formulir yang harus diisi dan ditandatangani oleh ibu tersebut. "Ibu simpen aja duitnya. Ngga usah nyuruh satpam, sini saya aja yang tulisin." kataku sambil ketawa2.
Si Ibu pun seneng sekali. Wajah tegang dan takutnya berangsur2 luntur, berganti dengan senyum ramah berseri2. "Alhamdulillah doa saya dikabulkan." kata beliau sambil menceritakan ttg doa nya tadi di depan pintu. Hwehehe insyaa Allah semua Wajib Pajak akan kami layani sebaik mungkin, Bu.

Tiba2 Si Ibu menebak2 buah manggis, "Mas ini palingan seumuran ama anak saya."
Criiing! Insting spiderman ku langsung menyala.

"Oh ya? Emang anaknya umur berapa?" tanyaku.
"Dua lima." katanya.
Doweeeng, ane dimudain sepuluh tahunan.
*sisir2 rambut pake jari

2 komentar: