Kamis, 30 Mei 2013

Don't Touch The Trigger

finger off the trigger
Perhatiin deh gambar di samping ini. Finger off the trigger, ini kaidah penting dalam dunia tembak menembak. Dulu aku lumayan aktif di dunia airsoftgun, jadi kenal betul tentang yang satu ini. Don't touch the trigger, jauhi pemicu nya. Letakkan jarimu di luar, kalo pengen selamet.
Tapi tulisanku ini bukan tentang airsoftgun sama sekali kok. Maklum aku udah pensiun cukup lama.
Ini tentang "menjauhi pemicu".

Sahabat fillah.
Kita ini mahluk yang dhaif jiddan -lemah sekali- dengan hawa nafsu yang besar dan punya potensi cenderung ke arah yang buruk. Potensi negatif untuk ingin terpuaskan hawa nafsunya dengan bermaksiyat. Bagaikan bensin dan api, setiap saat bisa tersulut, wuuuut, dan terbakar, kretek kretek kretek.
Kita masing2 tau apa dan di mana letak titik lemah kita.
Maka -bismillah- jauhi pemicunya.


Misalnya, seseorang ini punya kebiasaan doyan duit dan doyan menghabiskannya lagi untuk hal2 ngga penting. Perilakunya konsumtif. Lapar mata. Akhirnya besar pasak dari pada tiang kan? Maka dia berhutang.
Namun karena kebiasaan buruknya tadi itu, maka walaupun dlm kondisi banyak hutang, dia tetap berperilaku konsumtif, maka hutangnya pun bertambah besar. Saat jatuh tempo, dia pun akan berhutang lagi kepada yang lain. Belum lagi bunga yang menjerat. Kebetulan posisinya di organisasi sebagai bendahara, atau di kantor juga pegang kasir.
Maka lengkaplah sudah kesalahannya dipupuk.

Seseorang ini -yang tentu saja fiktif- tau di mana letak kelemahannya. Pemicunya adalah perilaku konsumtif nya tadi. Dia tidak mengukur batas kemampuan financial-nya. Andai, dia bisa hidup lebih sederhana, ngirit2, selalu melihat ke bawah agar senantiasa bersyukur, maka perilaku konsumtif nya tidak akan terpicu. Maka don't touch the trigger. Jauhi pemicunya.
Kalo memang credit card di dompetnya itu pemicu, maka patahin aja. Buang jauh2.
Ngga perlu lah pake cc, bb atau pun aa dan dd (apaaan sih).

Kalo jalan2 ke mall itu pemicu, maka jauhi mall.
Kalo browsing di internet liat barang2 lucu itu pemicu nya, maka tinggalkan jauh2 browsing kesitu.
Kalo temen yang suka upload barang2 unyu di BBM itu pemicunya, udah delete aja dia.
Kalo ada orang yang suka posting dagangannya di FB itu pemicunya, udah unfriend aja.
Kita sendiri yang tau di mana letak kelemahan kita.

Mari kita cari contoh lain.
Misalnya seseorang perempuan yang sangat suka ama laki-laki. Ya lah, itu namanya normal. Perempuan memang sukanya ama laki-laki. Begitu pula sebaliknya. Tapi tentu saja ada tuntunan nya yang diperbolehkan syari'at. Kalo dilepas bebas semua2 diturutin, maka bisa menjurus kepada percintaan yang terlarang. Sebutlah misalnya si perempuan ini udah bersuami. Lalu dia sangat mudah tertarik dengan sosok laki-laki yang ganteng unyu. Atau ada juga perempuan yang mudah tertarik kepada lelaki yang dewasa dan perhatian. Ada juga perempuan yang sangat tergoda dengan lelaki yang tajir berduit. Maka itu lah pemicunya. Jangan disamperin dan pengen kenal lebih deket kalo memang yakin itu akan jadi pemicu. Biasanya sih akhirnya jadi membanding2kan tuh ama suaminya.
"Kenapa ya suami ku kok ngga perhatian ama aku. Padahal itu mas temenku kantor perhatian banget, selalu siap kalo dimintain tolong anterin kemana."
Tuh, itu pemicu. Jelas2 arahnya ngga baik, buruan dijauhi. Don't touch the trigger, ukhty!
Mungkin ya suami kita orangnya ngga perhatian, tapi kebaikan nya yang lain kan buwanyak.

Ok next. Contoh lain.

Sebutlah cerita fiktif misal si perempuan ini suka dengan seorang pemuda yang ganteng, pinter dan cerdas, baik tulisan maupun jika sedang berbicara. Lalu si perempuan yang sudah bersuami ini jatuh hati, pengen kenal lebih dekat, dan pemicunya pun ditekan, dor! Dia pun melancarkan rayu dan pujian kepada yang bersangkutan.


Subhanallah, betapa bahayanya pujian, karena bisa merusak keikhlasan seseorang. Misalnya,
+ masyaa Allah tadz, ceramah antum bagus bener, menyentuh hati
- ah masa sih?

atau
+ mas, tulisan2mu bagus banget sih, inspiratif dan cerdas, jlebb banget di hati
- ah masa sih?

Lalu si orang yang dipuji ini jadi ge-er, berbunga2, merasa tinggi, terbuai lalu ujub dengan keshalihan-nya.
Atau bisa jadi gayung bersambut, orang yang dipuji jadi terjerumus pula dalam cinta terlarang.
Sayang banget kan?

Yuk coba contoh lain.
Kali ini misalnya seorang laki-laki yang sangat doyan ama perempuan2 muda yang cantik dan mulus. Apalagi di Jakarta sini, cuy, kanan kiri paha dibuka di mana-mana. Hotpen dan cleavage jadi budaya. Glek. Kaya gala show deh kalo sore di jalan, mulai abege2 sampe mahmud2 (mamah muda). Dari masyarakat bawah yang tinggal di gang2 sempit, sampe orang2 the have yang nge-mall dan tinggal di apartemen mewah.

Kalo udah tau itu pemicu nya, ya udah jangan dilihat.
Tengokin aja arah lain. Allah Ta'ala memerintahkan kita agar menjaga pandangan dari yang ngga halal, karena yang halal udah ada noh di rumah, ngga kalah cantik dan unyu, yang mencintai kita tulus, lillahi ta'ala.
Karena kalo yang mulus di jalan tadi kita pantengin terus, eee ternyata lebih cantik dan lebih sexy daripada istri kita, akhirnya jadi membayangkan, menghayalkan dan membandingkan mulu.
Yang di rumah pun jadi tampak jelek.
Kekurangannya pun makin keliatan karena tidak seperti yang biasa kita hayalkan.

Ya Allah ya Rabb.
Jauhkan lah kami dari pemicu-pemicu maksiyat.


Sahabat fillah,
Bagaimana jika sudah menikah tapi mabuk asmara dengan yang lain?
Hendaklah dia memperbanyak jima' karena jima' adalah obat.
Ibnul Jauzi rahimahullah dalam Dzammul Hawa menyebutkan bahwa berhubungan badan dapat dikatakan sebagai obat, karena dapat menekan dan mengurangi birahi yang merupakan pembangkit gairah.

Lalu gimana memadamkan cinta terlarang begitu?
Coba ini kusalin ya perkataan dari Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd dalam  At Taubah Wadziifatul 'Umur, beliau mengatakan bahwa sering mengunjungi orang sakit, mengiringi jenazah, berziarah kubur, melihat mereka yang meninggal, serta memikirkan kematian dan apa yang terjadi setelahnya dapat memadamkan api cinta (yang terlarang-pen). Sebaliknya mendengarkan nyanyian dan hal yang tidak bermanfaat dapat menguatkan gairah. Kedua hal itu saling bertentangan dan berusaha saling menjatuhkan.

Ada tambahan pula pendapat ulama yang akan aku salinkan di sini.
Ibnu Qayyim al jauziyyah dalam Thariiqul Hijrataini menjelaskan, salah satu cara menghindari pemicu kemaksiyatan adalah menjauhi kebiasaan banyak makan, banyak tidur dan banyak bergaul dengan orang jahat. Kuatnya pengaruh maksiyat bersumber dari semua ini; semuanya membutuhkan tempat penyaluran, semua yang dibolehkan pun terasa kurang sehingga akan menyeretnya kepada keharaman.


Yuk, sama2 diperkuat lagi bentengnya.
Terutama buat yang nulis ini nih si dhaif jiddan.
Kalo ada sesuatu yang kita kenali sebagai pemicu, buruan kuat2 ditinggalkan.
"Pemicu nih.. Pemicu nih.. astaghfirullah, pemicu nih." sambil istighfar dalam hati.
Orang berilmu itu orang yang takut kepada Allah Ta'ala saat berkumpul bersama orang banyak, maupun di kala dia sendirian.

So, don't touch the trigger.
Barakallahu fiikum.
Moga2 ada manfaatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar