Jumat, 16 Agustus 2013

Rendezvous Part 2 : Kevin Sunat

Tulisan ini adalah kelanjutan dari tulisan sebelumnya Mudik 27 Jam.

sleeping child
Hai semua, yuk kita lanjutin lagi ya ceritanya.
Maka usai bertemu dengan keluarga Jombang, melepas kangen2an, sorenya kami meneruskan perjalanan ke rumah kami di Mojoagung, ke kampung halaman kami.

Generasi anak2 di dusun kami sudah berganti.
Anak2 kecil yang dulu sering kuceritain (sekitar empat tahunan kami menetap di dusun ini sejak pindah dari Madura) sekarang udah gede2 dan banyak yg udah baliq.
Sedangkan anak2 batita dulu, sekarang udah gedean, lari2an kesana sini, sebagian udah ngramein mushola.
Tapi ada yang tetep ga berubah dari generasi ke generasi.
Yaitu tatapan mata yg berseri2 dan lambaian2 tangan kecil mereka, sambil berebut berteriak,
"Abaaaaah abaaaah abaaaaah."
Lalu aku akan membalas lambaian mereka dgn sehangat mungkin.


Ada dua anak kecil kembar, aku memanggilnya upin ipin dan keduanya tidak keberatan disebut demikian. Suatu hari ada tetangga yg meninggal. Aku pun bertakziyah, duduk2 di teras sambil menunggu jenazah diantarkan ke pemakaman. Lokasi rumah duka dekat dgn rumah upin ipin. Mereka seperti kaget melihat aku di "wilayah kekuasaan" mereka berdua.
"Umiii.. umiiiii..!!" keduanya berteriak2 semangat memanggil.
Kok manggil umi? Mana ada mama K di sini? ups, rupanya dua anak kecil itu manggil2 aku, hahaha.
Anak2 kecil lain yg duduk di dekatku udah kebelet nahan tawa.
Sementara upin ipin tetap manggil umi2. Aku cuek aja.
Lalu mereka ribut sendiri, "Iku dudu umi, iku abah."
Lalu diralat, "Abaaaah abaaah abaaah." Baru aku nengok dan lambaikan tangan. Baru mereka tertawa senang.


Ah, anak2 itu ^_^


Anak2 kecil itu kudu "diuwongke",  dianggap ada, didengar celotehnya, maka mereka jg akan mendengar omongan dan nasehat kita, insyaa Allah.

Seperti yg kuceritakan sebelumnya, agenda besar kepulanganku adalah Kevin sunat! Skrg K udah umur 8 tahun, naik ke kelas tiga SD, dan udah minta sunat sejak kelas dua dulu. Setelah diskusi dan diskusi urun rembug yg berulang2, akhirnya disepakati pulang mudik kali ini lah K akan disunat.
Kenapa kok harus sunat di kampung halaman?
Sebab di sana banyak keluarga dan sodara, tentu Kevin akan lebih nyaman jika dikelilingi banyak orang2 yg menyayanginya.

Seperti halnya anak2 kecil lain pd umumnya, salah satu faktor menggiurkan bagi anak sunat adalah iming2 hadiah. Jauh2 hari aku udah bilang ke Kevin, "Kalo kamu mau sunat, papa beliin PS3." Maka Kevin pun sudah sejak jauh hari pengen sunat2 sekarang juga, demi PS3 nya hihihi.
Tapi akhirnya rencana berubah, hadiah PS3 di-cancel, diganti hadiah laptop.
Dengan laptop, diharapkan akan lebih berguna utk Kevin dalam berkarya. Kebetulan dia suka gambar2, dan mulai nulis juga (baru satu cerita sepotong dan ngga tamat). Kalo punya laptop kan enak tuh. Aku juga bisa ngajarin dia photoshop atau macromedia flash. Akhirnya Kevin setuju, hadiah sunatnya laptop.

Tapi sayang, karena keterbatasan dana -sigh- sepertinya hadiah laptop bakal tertunda.
Jujur aja, keuangan kami udah dialokasikan ini itu itu ini, dan ujung2nya hadiah laptop Kevin bakal tertunda nunggu kalo gajian bulan September.
"Ngga papa ya K?" tanyaku.
Kevin ngangguk.
Kasihan sebenarnya. Tapi tampak ngga masalah. Rencana sunat tetep jalan.

Ternyata, alhamdulillah, rejeki datang bertubi2, masyaa Allah. Salah satunya adalah sawah kami di kampung yang disewa kerabat kami selama dua tahun. Lalu rumah keluarga milik bersama yang di Jombang juga laku dijual.
Ya Allah, bukan cuma laptop yg kebeli, bahkan mobil ku pun lunas nas nas. Alhamdulillah. *salto salto*
Kucium tangan Mamiku, "Makasih ya Mi."
"Makasih apaan?" tanya Mamiku.
"Ya duit ini. Bukan cuma bisa beliin laptop Kevin, juga bisa buat bebasin riba dari hutang bank." kataku.
"Ayo Kevin cium tangan Yang Tik, bilang makasih, tuh udah punya laptop sekarang."
Kevin pun cium tangan dan mendapat sun sayang dari Mamiku.
Bagi Kevin, laptop itu adalah hadiah sunat dari neneknya. "Papa kan belum (kasih hadiah)." katanya. Hahaha.

Dan akhirnya, setelah urusan STNK motor dan mobil selesai, maka tibalah saatnya Kevin sunat.
Hari baik (kamis malam Jumat) di bulan baik (Ramadhan). Ngga pake speaker dang-dung dang-dung, orkes melayu, dangdut koplo ataupun nanggap wayang. Rencananya cukup buka bersama, diawali sepatah dua patah kata pembuka, khutbatul hajah, lalu sholat maghrib berjamaah, dilanjutkan dengan makan bersama keluarga dan tetangga2 sekitar. Udah gitu aja. Moga2 lancar acaranya.

Aku masih suka heran ama sunatan yg pake dang-dung dang-dung gitu.
Kasihan si anak, kesakitan di kamar, sementara speakar di luar kenceng banget membahana, bahkan sampe kaca bergetar2. Si anak dapet apa? Mending ongkos buat acara (yang konon juta-jutaan itu) dihadiahin ke si anak, malah seneng dia punya sesuatu.
 
Oke lanjut.
Maka sore itu, sekitar jam lima-an, tamu datang berduyun2. Tetangga sekitar, dan keluarga kerabat dekat, anak2 ngaji, wali santri, bapak dan ibunya sekalian, tumpek blek memenuhi rumah kami. Aku pun membuka acara dengan khutbatul hajah, membaca beberapa ayat Al Qur'an, lalu berdoa bersama. Kemudian micropon kuserahkan kepada Abah Wahid - tetangga yang sering khutbah jumat- untuk membacakan doa.
"Bapak ibu." kataku, "Nanti setelah adzan, kita nikmati hidangan ringan dulu, lalu sholat maghrib berjamaah, lalu baru kita makan bersama."
Namun kenyataannya, begitu adzan langsung serbuuu, makanan lgsg dilahap.
Tapi emang orang segitu banyak sih, ga mgkn juga kalo ke mushola semua, ga bakal cukup. Memang harus bergiliran per kloter gitu kali.

Alhamdulillah, walimahan sunat usai sudah.
Buka bersama parasmanan yang rameee dan meriah. Kaya miskin, anak, ibu, bapak, tua muda pada bejubel menikmati hidangan yg sama. Ada sate ayam, sate kambing dan gule, ada fuyunghai, ada rawon, bakso, es krim, gorengan, es buah dan sebagainya.
Dan walaupun sudah berlalu, tapi masih menyisakan obrolan lucu2 di antara ibu2 dan bapak2.
Salah satunya, "Ji, tahun ngarep ngadakno ngene maneh yo Ji." (tahun depan ngadain buka bersama begini lagi ya) kata ibu2 tetangga dengan senangnya kepada Mama K.

Lhah kalo tahun depan, siapa lagi yang mau disunat? Hihihi

Barakallah. Alhamdulillah. Seneng rasanya liat begitu banyak orang bersuka cita buka bersama. Bahkan kakak2ku yang dateng cuma bengong doang ama senyum2.
"Ngapain lo (kok berdiri doang di teras)?" tanyaku.
"Nggak. Ini lho, seneng liat orang rame begini." Hihihii. Iya seneng banget liatnya.

Jadi teringat sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim,

Seburuk-buruk makanan ialah makanan walimah dimana yang diundang hanyalah orang2 kaya saja sedangkan orang2 miskin tidak diundang.

Salah satu menu paporit yang disukai semua orang adalah Bakso nya Cak Din.
Aku ngincer itu. Kakakku ngincer itu. Mama K ngincer itu.
Dan yang pasti semua orang yang dateng pada ngincer bakso nya Cak Din. Bejubel lah mereka semua mengelilingi meja, antri mangkok bakso nya terisi.
Aku kok jadi ngga tega mau ikutan ngantri.

"Aku ya tante, ambilin!" kata Mama K kepada salah satu kerabat kami yang sedang antri.
"Udah lah, Ma." kataku. "Ngga usah bakso kali ini. Kita kan bisa beli sendiri kapan2."
Maka kami pun -memang seharusnya begitu- mengalah melewatkan bakso paaaporit ini.

Setelah tamu pulang dan hidangan bersih, di kamar Kevin pun mulai menghitung uang2 angpaw yang diterimanya. Waaa banyak juga ya K, hihihi, alhamdulillah. Selain itu ada juga kado2. Kevin seneng banget. Suasana penuh canda tawa. Duit di kardusin, ditenteng2 ama Kevin, hihihi lucu banget.
Usai shalat tarawih, Kevin sudah menunggu di atas becak, bersarung dan berbaju takwa, mengenakan kopiah. Lalu kami menuju rumah sebelah -aku yang becakin lho- dianter sanak saudara. Tapi mereka cuma boleh anter di teras doang.
Oh iya, itu becak nya mas Slamet yang tinggal di depan rumah.
Sedangkan yang nyunatin adalah sodara sepupu kami yg kepala perawat di sebuah rumah sakit Islam. Jam terbangnya udah tinggi, udah ribuan burung yang disunatin. Moga2 kali ini pun lancar jaya, aamiin.

Btw,
Selama ini nih, setauku, bapak2 itu pada ga mau lho anterin anaknya sunat. Bener ngga?
Kenapa ya?
Takut? Ngga tega?
Padahal si anak kan butuh didampingi bapaknya lho. Selama ini malah aku sering anterin anak sunat tanpa si anak didampingi ortunya. Sedangkan Kevin justru kutemenin. Kupegang tangannya, kuelus2 rambutnya. Kubisikkan shalawat di telinganya.

Konon, sebelumnya, Kevin ditakut2in ama temen2nya "Sakiit lho K. Sakit lho K."
Tapi Kevin cuek. "Barno ae (biarin aja)." Great!

Dan saat mendebarkan itu tiba.
Kevin mengangkat satu tangannya, ditekuk ke atas menutup mata.
Saat jarum suntik menusuk, kulihat Kevin hanya bereaksi "Buufffh." Mulutnya meniup kala menahan sakit.
Tapi hanya itu aja.
Ngga ada keluh.
Ngga ada rintih atau tangis.
Beda ama anak2 lain yg aku tau.
Bahkan anak yg nakut2in di luar itu waktu sunat malah nangis. "Anak hebat." pujiku sambil acungin jempol.

Sampe rumah Kevin kembali naik "becak ku". Disambut cium dan selamat dari keluarga. Kevin nya cuma nyengir aja sambil berjalan menuju kamar dengan langkah lebar2 dan sarung diangkat bagian depannya. Di kamar, Kevin kemudian tidur pules di samping kardus uangnya.
O my sleeping child, anak kuat. Papa dan Mama bangga.

Hari demi hari pun berlalu. Suatu hari, saat burungnya Kevin udah membaik, aku cek tuh. Kutarik bagian atas celana kolornya, kulongok bekas jahitan sunatnya.
"Oo yang ini masih bengkak K. Oh yang ini masih ada benangnya."
Tiba2 ngga sengaja, pegangan jariku terlepas.
Karet kolornya jepret ke atas, kena burungnya Kevin, bletaaak!!
"Hiyaaaaaaaaargghhh!!"

Kevin mewek, eeeeegghhh.
Jadilah kaya angry bird yang kejepret karetnya sendiri.
"Aduh maap K aduh aduh."
Errghhh >.<
Tapi abis itu ya ngga nangis. Aduh maap ya Kevin.

Hingga hari2 berikutnya, Kevin ngga pernah mengeluh tentang burungnya.
Alhamdulillah. Mungkin karena hadiah2nya udah banyak kali ya, jadi malu kalo pake mewek hihihihi.
Good job, K.
Terimakasih buat temen2, sahabat2 dan sodara2ku semua yang udah pada doain Kevin, alhamdulillah semua berjalan lancar dan baik2 aja. Jazakumullah khair.


(bersambung ke Balik 30 Jam Saja)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar