Kamis, 19 Desember 2013

Direm Dulu

Suatu hari, lagi di parkiran, lihat motor Kawasaki Ninja 250cc warna hitam putih punya temen. Ada stiker nya tiga cakaran kuku Monster. Diparkir ganteng banget. Itu baru diparkir doang udah gantengnya gitu, palagi jalan tuh. Bannya gede2. Satu per satu diliatin detailnya, keren beud. Lalu dibandingkan dengan motorku sendiri Yamaha Vixion yang jarang dicuci. Hahaha, melas.

+ Pa, motornya belum dicuci?
- Iya Ma, ntar di kantor deh nyuruh OB

Keesokan harinya,
+ Pa, kemaren motornya belum dicuci?
- Wah iya, belum Ma
+ Kasihan banget, masa orangnya ganteng kok motornya jelek (kotor)
- Hidup ini harus seimbang, Ma
(raja ngeles)


Hihihi.
Kemudian kita jadi kepengen deh motor yg lebih cakepan.
Keinginan kita pun menggebu2. Napsu banget. Vixion kita jadi keliatan butut. Kekurangannya jadi makin menonjol.
Etapi uang tabungan ngga ada, cuy.
Masa, om?
Ada sih, tapi ngga cukup. Dan banyak kebutuhan lain yang lebih penting.
Don't worry be happy sahabat, kan bisa hutang bank. Beres!

Allah... T_T
Kesitu ya ujungnya napsu kita dibawa.


Yuk, coba lihat rumah-rumah bagus di perumahan kami.
Suatu hari aku dan Kevin lari pagi (aku lari, Kevin naik sepeda).
Lalu kami melewati sebuah rumah yang sangat besar bak istana. Ornamen2 klasik di sana sini. Pilar2 tinggi gagah menjulang. Ukiran2 di mana-mana.
Kevin komentar, "Rumah guede gini, nyapune yo pegel."
(rumah gede gini nyapunya juga capek)
 Wkwkwk kok kaya gaya ngomong Mama nya.
Padahal mah, rumah segede gini udah pasti pembantu nya lah yang nyapu.

Lalu Kevin komentar lagi sambil ngeloyor pergi duluan, "Bermegah-megahan."
Hmppff, anak kecil kok bisa ngomong gitu. Bahasa maduranya "metua den beden". Itu pasti niru omonganku.


Tapi rumah2 gede bak istana gitu memang ga menggodaku.
Aku tuh naksir rumah2 di komplek sini yang sederhana modelnya. Glek. Glek. Bikin ngiler.
Kompleknya bersih dan asri. Bebas banjir pulak. Dengan rumah tipe2 minimalis yang lucu2.

Ah, itu ada rumah berlantai dua yang -duh andai punya rumah seperti itu- keren banget. Harganya berapaan ya rumah di komplek sini? Bagaimana bisa punya rumah di sini?
"Pa, beliin satu." kata Mama K suatu hari kami lari pagi.
"Duite sopo." kataku. Hihihi dan kami tertawa2 sambil terus berlari menyusuri komplek.
Don't worry be happy sahabat, kan bisa hutang bank. Beres!

Allah... T_T
Kok kesitu lagi jalan keluarnya?

Berawal dari sifat konsumtif melihat ke atas, lalu kita tanpa sadar tergoda untuk berhutang ya Gan.
Riba lagi riba lagi. Riba itu mencekik leher. Hutang belum habis kita udah ditawarin lagi supaya nambah hutang. Baik banget ya kesannya. Belum lagi tawaran kartu kredit yang sering berdatangan. Via telepon atau datang langsung.
"Ini ada tawaran kartu kredit, bebas begini dan begitu, barangkali mas nya tertarik?" kata si mas berkemeja rapi berwajah super ramah dan hangat.
"Engga engga tertarik." jawabku.
"Atau memang tidak memakai kartu kredit sebelumnya?"
"Iya, ngga make."
"Baiklah terimakasih." Lalu si orang bank melipir menawarkan ke temen yang lain.


Padahal, masyaa Allah, Islam mengajarkan kita supaya melihat ke bawah agar kita pandai bersyukur.
Mana yang punya hutang itu bukan orang miskin lho. Jaman dulu mah orang hutang itu orang yg ga punya duit. Kalo jaman sekarang orang yg hutang itu orang yg punya duit banyak.
Udah punya rumah ya udah. Kenapa ngga disyukuri, hidup udah tenang, malah nambah hutang.

Itu kan kalo udah punya rumah Om, kalo belum?
Kalo belum punya rumah ya nabung dulu.
Kita pengen apa ya nabung dulu. Pengennya juga disesuaikan dgn kemampuan.

Nabung apa?
Nabung emas misalnya. Emas lebih stabil untuk jangka panjang, insyaa Allah.

Wah kalo nabung keburu nilai property melambung tinggi Om. Gimana kalo hutang? Ini kan bukan untuk konsumtif karena rumah kebutuhan primer.
Iya rumah itu kebutuhan primer. Nah kalo mau pinjem juga, minjem kemana yang ngga riba?
Bank Syariah? Yakin bener kalo bank Syariah ngga riba? Atau cuma diembel2i kata syariah aja?

Dari hasil googling, berikut aku copaskan dari sini tulisan Agus Purnomo dari Reader's Diggest Indonesia, mengutip ucapan Hari Putra, motivator finansial dan managing director WF 19 Technology Inc. tentang 5 Cara Cerdas Beli Rumah Tanpa Menyicil di Bank, :
1. Angel Investor

2. Menabung dalam dinar emas
3. Investasi di sektor riil
4. (jadi) Agen property
5. Sweat equity developer

Detil masing2 bisa dilihat di situs sumber di link di atas ini ya. Yang kalo kutafsirkan sendiri, nomer satu itu cari pinjeman ke kerabat tanpa bunga tanpa pamrih, yang kedua itu nabung emas, yang tiga dan lima itu coba buka usaha, yang keempatnya jadi agen property. Ngga kubahas lebih lanjut di blog ini. Ntar kalo dibahas kepanjangan akhirnya jadi bahas soal beli rumah.

Ya emang sih soal rumah itu termasuk urgent, hal penting banget. Tapi bahasan sebenernya tulisan ini adalah soal hutang secara umum, lebih luas daripada sekedar bahas beli rumah.

Kalo pesen mamiku sejak dulu, "Yo direm sik (ya direm dulu, ditahan dulu keinginannya)."
Terhadap sesuatu yang kita ingini, kalo ngga punya duit ya direm dulu. Jangan gampang2 hutang apalagi untuk hal2 konsumtif. Apapun ngutang. Apapun ngutang. Padahal bisa beli cash.
Percuma kalo punya mobil bagus tapi sebenernya kecekek. Punya rumah megah tapi buat ini itu kekurangan. Akhirnya terpaksa gali gali gali gali gali gali lobaaaang (kata rhoma irama).

Ayo direm dulu. Dibenahi pelan2. Atur straregi. Ngga usah kemrungsung. Ngga usah selalu liat orang lain yg di atas kita sementara yg di bawah sangat banyak.


Abdullah bin Umar berkata, ”Bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, ”Sungguh beruntung orang-orang yang masuk Islam, mendapat rejeki secukupnya dan ia merasa cukup dengan apa yang telah Allah berikan kepadanya”. (HR. Muslim)


Memang tidak selalu ya, sahabat, tapi ada kalanya kita berhutang hanya karena hal2 konsumtif, yang andai jika kita hidup sederhana dan merasa qanna'ah maka hutang tersebut bisa kita hindari.


"Barangsiapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.” (HR. Tirmidzi no. 2346, Ibnu Majah no. 4141. Abu ’Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib).

Cuma nasehat sederhana untuk direnungi.
Terutama untuk diriku sendiri.
Ilal liqa'.

7 komentar:

  1. kenapa tulisan ini barua da sekarang yak? setelah cicilan rumahku berjalan 7 tahun.. hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. @masichang: wah bentar lagi lunaaas dong!! alhamdulillah

      Hapus
  2. Om.. menurutku loh yaa... kalau cicilan rumah primer (baca:belum pernah punya rumah sebelumnya).. ga bisa dibilang konsumtif dehh... n.. kalau ga minjem ke bank n harus nunggu nabung dulu.. gak akan nyampe, Om..
    nah klo kemudian ada yg berhutang untuk beli rumah kedua, motor kedua, mobil kedua... barulah saya setuju itu disebut konsumtif... :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. @anonim: lha yo, kan aku jg bilang bukan konsumtif

      Hapus
    2. kadang kita dituntut untuk segera memiliki rumah karena alasan lain, misal: saya harus segera punya rumah di daerah x karena dekat dengan kantor, sekolah anak dan pasar. memudahkan saya untuk bekerja sambil antar jemput anak, sementara ibunya bisa mudah belanja di pasar. lokasi kadang menjadi pertimbangan penting, karena menyangkut waktu yg kita buang tiap hari untuk perjalanan dan uang untuk transport.

      Hapus
    3. sebenernya aku pengen berbagi di sini adalah soal menghindari hutang utk hal konsumtif, maupun menghindari riba.
      tapi temen2 yg komen biasanya masalahnya kepentok di soal kepemilikan rumah.
      banyak yg berdiskusi ttg sulit jika tanpa berhutang. tapi banyak juga yg mengusulkan berbagai masukan tanpa berhutang and it works.
      mudah2an yg akhirnya ttp memilih jalan hutang dimudahkan Allah utk melunasinya.
      wallahul musta'an.

      Hapus
  3. Mas squ, postingan tentang ribanya izin saya share ke facebook ya...
    jazakumullah khairan...

    BalasHapus