Ini kisah tentang tiga huruf "Kecil Jadi Teman, Besar Jadi Lawan". Yup, tiga huruf itu adalah API.
kumpulan fiksi dot wordpress dot com |
(sst, om om, maaf, itu kebanyakan bahas tokai, kapan ceritanya)
Oh iya iya. Lanjooot.
Nah namanya barang baru, Kevin pun mainan nih korek terus. Kejadiannya sekitar sore hari, mungkin jam empat atau jam lima-an. Kevin pun bakar2 daun, bakar kertas, atau apa lah di halaman rumah. Mama nya udah ngomelin dari dapur, Kevin jangan bakar2. Tapi Kevin masih aja mainan api. Mamanya pun sibuk di dapur lagi cuci piring. Sampai akhirnya terendus2 bau asap. "Keviiiin kamu bakar2 apa, hayooo matiin!!" Kok asepnya sampe masuk rumah. Padahal dari halaman depan ke dapur kan jauh. Mama K pun jalan cepet2 ke depan, "Keeeviiiin...Bakar2 apa sih!!?"
Howaaaaaaaaa.
Rupanya asap sudah kemana2, api menyala2...
di mana?
Di rumah tetangga!!!!!
Whaatttthaaaaaaa.!!!!! Api udah gede berkobar2.
Jadi ceritanya, Kevin kan bakar2 sendirian. Trs dia bakar tissue. Otomatis tissue kan langsung tersulut, hlaaapp, menyambar jarinya. Kevin kaget, tissue yg masih terbakar itu pun terlempar. Dan terlemparnya ke samping, ke rumah tetangga. Kebetulan dua rumah ini hanya dibatasi tembok pendek yang suka dipanjatin Kevin dan Pia (anak rumah sebelah).
Qadarallah, di balik tembok itu ada dua sepeda kayuh yang diparkir, ditutupin ama selimut mobil Honda Jazz. Tersambarlah itu tutup mobil, hllaaaappp, langsung berkobar. Dan api pun sekaligus membakar dua sepeda di bawahnya. Kevin panik sendirian. Dia lompatin tembok, terus berusaha mengguyur air menggunakan ember kecil (bekas kaleng cat). Krucuk krucuk krucuk. Sama aja kaya ngasih makan api. Api pun makin berkobar2. Dan Kevin ga berteriak minta tolong (katanya takut dimarahin Mama).
Ya ampuuun, kalo dimarahin ya pasti, tapi kan api harus dipadamkan duluuu!!
Masa anak kecil sendirian bisa ngadepin api segitu besar?
Oh ya btw, saat itu Pia dan keluarganya sedang pergi. Ada acara kawinan sodaranya, jadi mereka pada sibuk di sana. Rumah pun kosong, ga ada orang. Begitu Mama K tau api udah gede, langsung aja dia nyari ember. Tapi ember satu2nya di halaman (yang kaleng cat tadi) udah dipake Kevin.
Panik. Panik. Panik. Oh iya, aqua galon!
Mama K lalu lari masuk, angkat aqua galon yang masih penuh (kok kuat ya), trs digrojokin ke api sampe padam. Psssstttttttt____ Alhamdulillah.
Alhamdulillah semua selamet, meninggalkan sisa-sisa selimut mobil, tembok hitam, dan dua sepeda yang terbakar.
Saat aku pulang kerja, kaget sekali. Mama K cerita dengan masih ngos2an dan panik, gimana mempertanggungjawabkan ini, gimana kalo keluarga sebelah marah. Bagiku, yang pertama2 adalah bersyukur alhamdulillah Kevin selamet, Mama K yo selamet. Soal tetangga sebelah, itu memang konsekuensi tanggung jawab atas kesalahan Kevin. Gapapa, dihadapi aja.
"Ntar malem kalo keluarganya Pia pulang, kita ceritain semuanya, akan kita ganti semuanya."
Sebenernya aku juga agak menyesal.
Aku pernah merenung, berpikir, untuk mengingatkan keluarga kecilku, apabila ada api di rumah. "Ambil selimut yang tebal itu, atau balmut naruto, masukin bak km mandi, lalu tutupin ke atas api, bleeekkkk, api akan langsung mati!"
Tapi ucapan itu hanya kuangan2 aja. Baru rencana mau bilangin, dan lupa.
Sekarang udah kejadian, baaaaruu kubilangin ke mereka. terlambat memang. Tapi mungkin berguna di masa mendatang. Keduanya manggut2 mengerti.
Apakah om dan mama K marah?
Tentu marah.
Kalo kata pak Ekonov dalam tulisannya, orangtua harus memaklumi kesalahan anak. Wajar kan anak berbuat salah sebagaimana kita banyak berbuat salah. Tapi anak harus diberitahu, ditegur, agar dia tau bahwa itu salah. Agar anak tidak merasa benar dengan apa yang sudah dilakukannya. Maka hukuman pun diberikan, Kevin harus bertanggung jawab atas semuuuaa biaya yang akan dikeluarkan untuk mengganti kerusakan rumah sebelah. "Semua! Pake uang tabunganmu, kalo kurang ntar Papa pinjemin."
Untuk sementara itu, Kevin tidak boleh main PSP lagi (biasanya kalo wiken dia dibolehin main game), dan ditunda main ke Dufan, hingga semua hutangnya lunas.
Kevin mengangguk.
Dia bersedia.
Oke sekarang tentang menghadapi keluarga sebelah.
Hubungan kami dengan keluarga sebelah baik. Baik sekali malah. Pia hampir tiap hari bermain kesini, belajar bersama, gambar2 bersama. Kadang Pia juga suka ngeliatin aku lagi ngomik, "Waaaaaah Om kalo gambarnya dikasih ke Bu Guru, dikasih nilai 100 tuh Om." Hahaha.
Pia juga pernah bilang, "Tante, tante, mau ngga anak cewek?"
Kevin langsung nyeletuk galak, "Napa? Mau jadi adekku!?" wkwkwk.
Tapi karena kasus kebakaran ini, Mama K tetap aja takut dan gelisah. Sepanjang malam nungguin keluarga sebelah kok ngga pulang2. Tapi aku ngga tegang. Biasa aja. Tinggal ngomong, minta maaf, dan bertanggungjawab. Itu kan intinya. Selanjutnya adalah berdoa.
Rupanya keluarga sebelah pulang sehabis Subuh. Langit masih agak gelap lah. Waktu itu aku lagi ngomik, Mama K dan Kevin di kamar sebelah lagi belajar. Terdengar jeritan Pia di rumah sebelah waktu kaget melihat bekas2 kebakaran di teras rumahnya. Eh alhamdulillah ya selimut mobilnya nutupin sepeda. Kalo nutupin mobil Honda Jazz bisa super duper gawwwwaaaaat.
Kami bertiga pun buru2 ke rumah sebelah. Memohon maaf yang sebesar2nya dan menceritakan apa yang terjadi. Si Nenek menjawab, "oo ngga apa-apa, ngga apa-apa." Alhamdulillah ngga ada yang marah. Alhamdulillah Pia juga ngga apa2, malah abis itu main ke rumah. Sepeda2 pun kami benerin di bengkel, dicat sebagian dan diganti apa2 yang rusak terbakar. Tutup mobil pun diganti yang baru. Sedangkan cat rmh yang hangus katanya ngga usah dicat soalnya memang udh ada rencana mau direnovasi.
Alhamdulillah.
Maka setelah dihitung2, Kevin punya hutang beberapa ratus ribu. Cukup banyak. Dia harus menabung kira2 150 hari (3 bulan) menyisihkan dari uang sakunya. Ngga papa. Tak nampak gurat kecewa di wajah Kevin. Sepertinya dia nrimo dan harus legowo bertanggungjawab.
Di sini lah bedanya rela dan ikhlas.
Apakah Kevin rela menanggung hutang segitu besar? Jawabnya tentu tidak rela. Tapi insyaa Allah, karena ini tanggung jawabnya maka Kevin ikhlas karena berharap ridha Allah semata.
Kok tega sih om? Kasihan Kevin.
Hahaha ya ngga tega lah. Ini pembelajaran buat dia. Akan dikenang sebagai catatan penting dalam hidupnya.
Apa ngga terlalu keras om buat Kevin?
Di satu sisi kami keras, di satu sisi kami juga lembut kok. Insyaa Allah.
Beberapa saat lalu Kevin menyetorkan uang tabungannya, berupa gulung2an uang kertas lecek, dihitung lembar demi lembar. Ada beberapa koin uang logam juga. "Ini Pa bayar hutang." katanya.
Hiks, kasihan. Totalnya aku lupa, tapi ga nyampe seratus ribu. Sekitar tujuh puluh ribuan lah. Sedikit2 dia sisihin dari uang sakunya.
Oh ya, btw, jauh-jauh hari sebelumnya, Mama K menjanjikan pada Kevin, jika nanti dia ranking 1, maka insyaa Allah mamanya akan memberi hadiah ring basket (bola nya udah punya). Asyik asyiik, Kevin seneng. Dia bilang2 ke aku, "Pa, Pa, aku mau dibeliin mama ring basket!"
Fyuuh. Aku ngga begitu setuju sebenernya, karena halaman juga kecil, mau pasang ring basket dimana coba? Hihihi, tapi ya sudahlah Kevin setuju dan seneng.
Tapi kemaren saat di meja makan, Kevin bilang.
"Ma, nanti kalo misalnya aku ranking satu, aku ngga usah dibeliin ring basket."
"Lho kenapa?" kami heran.
"Uangnya mau kupake buat bayar hutangku." katanya.
Masyaa Allah.
Barakallahu fiik yaa Kevin. Kupeluk ia erat2. Semoga barakah Allah Ta'ala senantiasa dilimpahkan kepadamu.
Musibah ini mengajarkan banyak hal kepadamu, K (dan kepada kami).
Aku sempet berkata padanya saat kami berdua jalan2 di Giant. Sambil kupeluk bahunya aku berkata, "Orang hutang ngga selalu karena kemauannya, K. Misalnya pengen beli ini hutang. Pengen beli itu hutang. Itu namanya konsumtif. Ada kalanya orang berhutang karena musibah yang menimpanya. Seperti kamu ini." Aku juga mencontohkan orang lain lagi yang terpaksa berhutang karena terkena musibah.
Walau Kevin jelas merasakan tidak enaknya berhutang dengan terpaksa, tapi kami selalu mensuport dan menentramkan hatinya. Anggep aja ini simulasi kecil2an buat dia.
Maka kami pun setujui usul Kevin di atas soal ring basket yang batal. Maka menyegerakan membayar hutang telah menjadi salah satu motivasinya dalam belajar. Kevin pun kerja keras belajar sementara anak2 lain mungkin sedang bermain2 di jalan, atau sedang tidur terlelap.
Alhamdulillah, hari ini rapotan Kevin ranking satu. Kerja keras Kevin belajar dan Mamanya yang mendampingi setiap malem berbuah manis. Hutangnya lunas dan hadiah menanti hihihi. Kevin senyam senyum, kata mamanya. Alhamdulillah, happy ending.
Well, pelajaran yang dapat dipetik dari cerita di atas:
1. Anak2 jangan mainan api sendirian. Kudu didampingi. Bahaya tuh.
2. Tanggung jawab untuk mengganti jika merusakkan barang orang lain. Mumpung masih hidup, mumpung ada uang, ganti sekarang, minta dihalalkan, kalo ga ada uang ya minjem dulu. Karena nanti di akhirat uang udah ngga berlaku lagi. Mau ganti pake apa, kecuali dengan amal2 perbuatan kita.
Orang yang ngerusakin barang orang lain lalu sengaja ngga mau mengganti, itu sama aja sengaja dengan nantangin qishosh di akhirat nanti, saat dinar dan dirham tidak berlaku.
3. Meminta maaf jika salah. Dan alhamdulillah tetangga sebelah begitu besar hati memaafkan. Alhamdulillah.
4. Tanggung jawab untuk bersegera melunasi hutang. Secepatnya. Menjadikannya sebagai prioritas di atas kepentingan yg lain.
Moga2 bermanfaat ya.
Ilal liqa'.
jadi inget anakku rafi..waktu umur 4 tahun gitu dia mecahin pot tanaman kecil punyaku..pulang kantor pas liat gak ada pot itu, aq tanya potnya kemana, kata rafi aq pecahin tadi..terus aq minta ganti dong sebagai wujud tanggung jawabnya udah merusak barang milik orang lain (punya emaknya..hihi..). kirain mah rafi lupa, eh tau2 besok2nya dia ngasih uang 2ribu ke aq (uang jajan yg dikasih ayahnya) bilang ini buat ganti beli pot bunda lagi ya..kurang berapa jadinya bun? huaaaaa..berasa jadi emak paling tega sedunia.. (tapi ttp kuambil uangnya sih..)
BalasHapus@bunda3R: gapapa tega kan dalam rangka mendidik, kita jadi tau anak kita ternyata tanggungjawab
HapusKeviiiin, subhanallah. Anak shalih ya
BalasHapus@ayra: waiyyakum, aamiin aamiin, makasih doa nya.
Hapus