Rabu, 24 Agustus 2011

Menikmati Hidup Yang Bagaimana

Sering banget pertanyaan diajuin ke aku, "Kok naik motor Bah? " Ngga bawa mobil Gan? "Hujan-hujan kok naik motor? "Mobilnya kemana?" dan sebagainya. Bahkan pagi ini sudah dua orang yang nanya. Kemaren sore sudah tiga yang nanya gitu. Biasanya aku akan jawab, "Tanggal tua." atau "Lagi bokek." atau "Gak ada duit." Hahahaha, terus kami tertawa bersama.
It's a joke, right?
Semua juga tahu kalau itu cuma jawaban iseng, celetukan lucu, guyonan sehari-hari. Bensin mobil sebulan buat dipakai ngantor tiap hari tuh ngga nyampe 400 ribu. Serius. Jarak dari rumah ke kantor memang cuma kurang lebih 14 km. Bolak balik 28 km.
Nah 400 ribu itu juga sudah plus seminggu sekali silaturahim ke orangtua, yang jaraknya cuma ga nyampe 11 kamu dari rumah. Karena itu lah jawaban2ku di atas memang bener-bener cuma joke.
Yang jadi masalah adalah ketika pertanyaan tadi setelah kujawab berubah menjadi, "Waah berarti manajemen keuangan lo jelek."
Dowweeeeng. Astaghfirullahaladzim. Apa iya seburuk itu aku? Ngga bisa ngatur duitku sendiri.
Jadi gini Gan.
Pertama-tama positif thinking always. Bismillah, yuk kita mulai belajar dr sekarang (kita berarti termasuk aku nih) untuk tidak menjudge orang lain dari luarnya doang. Kan sudah pada baca notesku yang Orang Di Sebelahmu.
Kedua, hidup ini pilihan. Ada temen yang punya mobil bagus, tapi ngantornya naik kereta api tiap pagi. Apa kita langsung mikir "Tuh orang bego ngatur duit sih." Tuh orang ngga menikmati hidup banget sih." Ya belum tentu, dia memang memilih untuk naik kereta api dengan alasan ini itu itu ini yang kita ngga tahu.
Ada temen yang ngantor naik sepeda kayuh, coba. Bike to work. Di rumah punya mobil, tapi dia memilih berkeringat supaya sehat dan tidak berpolusi. Kebetulan beliau ini duda. Sebagian tetangga malah mikir, "Oo dia nyamar, pura-pura ngga kaya, untuk menghindari calon istri yang matre." Jiyahahahaha.
Ayolah, hidup ini pilihan.
Kita kan ngga tahu, kenapa seseorang memilih hidup lebih sederhana ketika sebenarnya harta dia melimpah. Mungkin (mungkin lho ya, karena kita ngga tahu) dia merasa bersenang-senangnya sudah cukup laah selama ini. Sekarang dia memilih untuk bersenang-senang di awal bulan, dengan bersedekah, menyenangkan banyak orang-orang miskin, banyak anak-anak yatim.
Ah hidup kok ngga dinikmati.
Sekali lagi hidup ini pilihan. Apa salah orang yang menikmati hidup dengan hartanya. Engga salah dong, lha wong duit-duitnya sendiri. Tapi ada juga yang menikmati hidup dengan menyenangkan orang lain. Yuk kita lihat contoh-contohnya.
Duit ada, pengen makan di restoran, ngemall, sekali makan di pizza hut abis 250 ribu. Ya ga papa sesekali (atau tiap hari) nyenengin anak istri. Lagian itu duit-duitnya sendiri, ngga nyolong dan makanannya pun halal. Its ok. Kenyang dan puas.
Duit ada, pengen makan di rumah pake tempe penyet masakan istri. Abisnya, yaah.. kalau dihitung-hitung mungkin cuma 10 ribu. Terus yang 240 ribu disedekahin ke 24 orang miskin lain di kanan kirinya. Lho ya ngga papa, malah lebih sueeeeeneeeeeeeng di hati daripada ngabisin makanan mewah sendirian. Yang kenyang dan puas bukan kita sendiri lho, tapi banyak orang lain.
"Apa yang bermewah-mewah lo kira ngga sedekah?"
Engga engga. Aku ngga pernah bilang gitu. Aku kan bilang dari awal tadi, pertama, positif thinking always. Sekali lagi aku ngga pernah nyalahin yang menikmati hidup ini dengan bersenang-senang, karena banyak teman-temanku yang kaya raya tapi memang sedekahnya bleng bleng bleng. Salut buat kalian.

Soal kaya raya sekarang kita coba tengok Rasulullah Muhammad S.A.W. sebaik-baiknya manusia. Contoh kita nih. Apa Rasulullah miskin? Lho engga. Beliau kaya raya. Seluruh jazirah Arab dalam genggamannya lho. Tapi Beliau makannya kurma tiga biji ama air putih. Kadang tiga hari ngga makan. Ketika sahabat-sahabat lapar, perutnya sampai diganjal batu. Rasulullah justru perutnya diganjal batu tiga.
Ketika seorang sahabat diundang makan-makan di sebuah negeri, Beliau menolak soalnya langsung inget Rasulullah yang sudah tiga hari makannya cuma roti gandum.
Pasti kita akan kembali bilang, "Yaah itu kan Rasulullah. Nabi. Orang yang bebas dari dosa. Kita mana bisa niru Beliau." Hmmmhh iya ya. Kita belum bisa lah zuhud kaya Beliau, yang memang sebaik-baiknya teladan. Kita jauuuuuuh super jauh dari Beliau. Sekarang tinggal pilih, apa kita mau jalan menjauhi teladan Beliau, atau kita berusaha jalan mendekati?
Ayo liat diri kita sendiri. Kita menjauhi apa mendekati? Kita jalan ngadep Beliau, atau memunggungi Beliau? Let's think.
Teman-temanku pasti mencibir, "Halah sQu, pake ngomong soal zuhud segala. Gimana dengan kebiasaan ngopi mu di Starbucks? Baju-baju mahal. Sneakers-sneakers bermerk?"
(_ _") Itu dulu boss. Jangan diungkit-ungkit lagi. Semua juga tahu seborjuis apa masa lalu ku. Semua kan belajar.
Apa ngopi di Starbucks ngga boleh? Boleh dong, selama ditraktir temen (hahaha). Tapi kalau akhirnya tahu Starbucks punya Israel mah mending kagak dah :p
Apa pake baju mahal ngga boleh? Boleh dong, selama memang bagus, awet dan cocok dan tidak jadi pamer (sombong) karena merk nya.
Apa pake sneakers bermerk internasional ngga boleh? Boleh, selama memang awet, enak di kaki, jaminan mutu dan sekali lagi ngga jadi sombong karenanya. Setuju ya?
"Yah lo mah sudah puas duniawi, makanya sekarang bilang gini." Alhamdulillah kalau dibilang puas duniawi, padahal ya belum juga. Masih banyak mimpi-mimpi pengen ini pengen itu. Boleh dong mimpi. Tapi kita ganti mimpinya dengan yang manfaat, bukan mimpi buat diri sendiri.
Ah jadi inget Aa Gym. Guru kita semua. Yang kemudian dicela-cela karena poligami-nya, tapi kita jadi lupa ama kebaikan-kebaikannya yang lain. Beliau bilang, masih kuinget terus nih, dan teman-teman juga kudu inget banget. "Orang kaya itu adalah orang yang bisa bermanfaat, berguna buat orang lain."
Jlebb.
Itu saja (sambil menghela napas).
Semoga bermanfaat ya. Mohon maap, ma'aaaaaaaaaapp benar kalau salah kata. Yang nulis ngga lebih baik daripada yang baca kok. Kalau ada salah dengan senang hati dikritik dihajar babak belur, Sami'na wa atho'na (kami mendengar dan kami patuhi).
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar