Kamis, 28 Juni 2012

Sudah Sarapan? Kami Belum


sego lodeh pincuk

Sudah sarapan, boss?
Jam berapa biasanya sarapan? Ada yg jam 6 pagi, ada yg jam 7 pagi. Tergantung jam berapa mulai beraktifitas ya?

Misalnya, suatu hari seorang istri masuk kamar, lalu bertanya kepada suaminya yg masih memejamkan mata sambil peluk guling di kasur.
"Pa, sarapan nasi goreng mau?"
"Hmm?"
"Nasi goreng sosis, pake bakso juga diiris2. Trs ama telor mata sapi, dikasih timun ama tomat diiris bulet, trs pake kerupuk udang?"
"Mauu!" teriak si suami sambil lompat dari tempat tidur. Ini ceritanya si suami abis subuh trs jogging, trs sampe rumah tepar tidur lagi.

***

Atau mungkin di tempat lain, pagi2 si suami keluarin sepeda motornya, "Beli berapa bungkus Bu?" tanyanya kepada si istri.
"Nasi pecel dua, nasi lodehnya dua, dipincuk pake daun pisang yo pak."
"Siapp!"
"Ikuut Pak." teriak anaknya. Keduanya lalu berboncengan motor menuju warung nasi pecel langganan, menembus jalanan pagi yg masih agak2 berkabut.


***

Atau mungkin pagi2 di sebuah restoran hotel, ketika beberapa tamu berjalan beriringan keluar dari kamar sambil ngobrol menuju meja-meja yg telah tertata di atasnya berbagai menu breakfast yg lezat. Sebelah sana ada berbagai salad buah dgn berbagai mayonaise. Sebelahnya ada nasi goreng, nasi putih, dan mie goreng. Sebelahnya ada roti2 bakar dgn berbagai selai. Sebelahnya ada omelet dan nugget yg fresh dari wajan si chef. Tinggal pilih mau sarapan apa. Minuman pun disediakan teh, kopi atau jus buah dingin.

***

Atau mungkin di sebuah keluarga yg lain, ketika si suami dan istri siap2 berangkat ke kantor, si bibik asisten rumah tangga masuk tergopoh2 membawa beberapa bungkus bubur ayam yg baru dibelinya di sebelah. "Ini bubur ayamnya."
"Deaa.. ini bubur ayamnya udah dateng!!" teriak ibu kepada anak sulungnya yg juga udah siap2 mau ke sekolah tapi masih berada di kamar. "Iyyaaa maaa..." Mereka kemudian sarapan bersama di meja makan.

***

Gambaran di atas sedikit menggambarkan keadaan kita sehari2. Betul begitu? Atau tentu aja masih banyak cerita lain dari keluarga yg lain tentang kebiasaan kita sarapan (makan pagi) setiap harinya.
Bahagia dan ideal sekali ya suasana kaya begitu?
Tapi ternyata, ngga semua keluarga bisa seperti itu.
Masih banyak keluarga2 lain yang ketika kita tanya kepada mereka apakah sudah sarapan. Mereka akan menjawab, "Kami belum."

Suatu hari, kira2 sekitar jam sembilan atau sepuluh pagi gitu lah, ketika matahari sudah mulai makin panas dan meninggi, ada seorang ibu mengunjungi dua rumah dlm satu hari.
Rumah pertama yg dikunjunginya ini tidak berjendela, gelap, berlantai tanah, dihuni seorang nenek kurus miskin seorang diri yg sedang masak.
"Masak apa, Mbah?"
"Iki nak ngliwet."
Ternyata si nenek kurus ini sedang memasak sedikit nasi liwet (belum ada lauknya) di sebuah panci kecil berwarna hitam gosong di atas tungku kayu bakar. Jam segini, dan si nenek belum diisi apa2 perutnya.

Rumah kedua yg dikunjunginya berdinding bambu (gedek), juga berlantai tanah, namun tidak gelap karena banyak cahaya yg masuk ke dalam rumah tsb. Rumah yg ini dihuni ibu tua stroke yg hanya bisa duduk di atas dipan, dan suaminya seorang kakek tua kurus yg kerjanya serabutan. Saat si ibu datang, belum ada makanan apa2 di rumah tersebut. Jam segini dan perut keduanya belum diisi apapun.
Dan ngga tau akan diisi makanan apa.

Saudara2ku yg kucintai karena Alloh.
Mungkin ada jutaan orang yg juga belum sarapan saat tulisan ini kita baca. Belum sarapan dan mungkin banyak juga yg makan hanya sekali sehari.
Sementara akhi, sarapan yg menjadi hal wajar dan ideal bagi keluarga kita sehari2, ternyata begitu istimewa di mata mereka. Bubur ayam semangkok, nasi pecel pincuk daun pisang, roti bakar, nasi goreng sosis, howaaaa itu bisa jadi breakfast, lunch, sekaligus dinner bagi sebagian sodara kita yg lain.
Sudahkah kita bersyukur atas itu?

Kadang ya akhi, sesuatu yg kita peroleh dengan mudah, membuat kita lalai dan kurang bersyukur. Ketika penghasilan kita sebulan jutaan rupiah, cuma naninu dadidu begini dan begitu aja eh ATM terisi tiap awal bulan. Belum lagi bonus bejibun. Begitu mudah ya, sekalipun mgkn tanpa harus tahajud, tanpa harus puasa sunnah, karena memang kita digaji perusahaan segitu. Bukan cuma tidak bersyukur, malah banyak yg kemudian harta yg berlebih itu tidak dizakati, dan dihabiskan untuk bermaksiyat.
Padahal, ternyata di sisi lain ada sodara kita yg banting tulang, panas2 berkeringat di jalan untuk mendapatkan empat puluh ribu sehari. Lalu ia bersujud di sepertiga malam terakhir, mengadu kepada Alloh agar diberi keberkahan dan kecukupan rejeki.

Ketika sebuah keluarga dgn mudahnya punya keturunan, hamil lagi dan hamil lagi, tanpa harus tahajud, tanpa harus puasa sunnah. Bukan cuma tidak bersyukur, malah banyak yg anak2nya dibuang, atau tidak dididik dengan Al Qur'an dan as sunnah. Bahkan diajarin yg ga bener.
Padahal, ternyata di sisi lain ada sodara kita yg mengalami kesulitan memperoleh keturunan, berobat kesana sini, habis biaya banyak, tak pernah berhenti ikhtiar, minum jamu dan berobat ke dokter. Lalu ia bersujud di sepertiga malam terakhir, mengadu kepada Alloh agar diberi keturunan sholih sholihah.

Ketika seseorang mendapat pasangan hidup semudah membalik tangan, tanpa berdoa, tanpa harus tahajud. Sangat mudah menjalin hubungan dengan lawan jenis. Tapi ternyata hubungannya dipakai bermaksiyat, gonta ganti pacar.
Padahal, ternyata di sisi lain ada sodara kita yg sangat sulit mendapatkan jodoh, sementara waktu terus berjalan dan usia terus bertambah. Lalu ia bersujud di sepertiga malam terakhir, mengadu kepada Alloh agar diberi pasangan hidup yg baik.

Kembali sehubungan dgn masalah sarapan tadi.
Kondisi belum makan sejak pagi seperti keluarga miskin di atas begini pernah juga dialami oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lho. Dalam hadits riwayat Imam Muslim, pernah pada suatu hari, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bertanya kepada istrinya Aisyah radhiallahu anha, “Wahai ‘Aisyah, apakah engkau mempunyai sesuatu?” Maka Aisyah menjawab, “Wahai Rasulullah, aku tidak mempunyai apa-apa”. Maka Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam berkata, “Kalau begitu aku berpuasa.”

Saudaraku yg semoga dirahmati Alloh Ta'ala.
Mungkin cerita ini bisa jadi contoh bagi kita. Bahwa junjungan kita Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun berlapar2, perutnya pun diganjal batu2 karena menahan lapar ketika menjelang perang khandaq. Beliau pun banyak berpuasa di bulan Sya'ban (seperti saat ini), bulan di saat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melakukan puasa sunnahnya yang terbanyak. Di bulan-bulan lain, Rasulullah tidak melakukan puasa (sunnah) sebanyak di bulan Sya'ban.
Bagaimana dengan kita yg seharusnya meneladani Beliau?
Dari delapan hari bulan Sya'ban yg telah kita lalui ini, udah berapa hari puasa sunnah yg kita jalanin?
Hayo?
Belum sama sekali?
Ooo udah ya ^_^. Alhamdulillah kalo begitu. Barakallohu fiikum.

Dengan berpuasa, yg halal aja ngga disentuh, apalagi yg haram. Kata Ustadz Mahmud Fauzi di mushola Asy Syarif kemarin, kalo Indonesia puasanya bener, kita ngga butuh KPK, karena yg haram ga akan mgkn kita ambil.

Semoga bermanfaat.
Ilal liqo'.

4 komentar:

  1. jadi mewek malem2 om..

    BalasHapus
    Balasan
    1. moga mewek nya menambah kesholihan kita ya,
      aamiin ya Rabbal aalamiin

      Hapus
  2. Ketika seseorang mendapat pasangan hidup semudah membalik tangan, tanpa berdoa, tanpa harus tahajud. Sangat mudah menjalin hubungan dengan lawan jenis. Tapi ternyata hubungannya dipakai bermaksiyat, gonta ganti pacar.
    Padahal, ternyata di sisi lain ada sodara kita yg sangat sulit mendapatkan jodoh, sementara waktu terus berjalan dan usia terus bertambah. Lalu ia bersujud di sepertiga malam terakhir, mengadu kepada Alloh agar diberi pasangan hidup yg baik.


    SETUJUUUU..... Hiks.... *jomblo kelepasan curhat

    BalasHapus