Bubur Ayam Yang Lebih Lezat Dari Biasanya

"Bubur Ayaaaaam.." teriak si bapak yang jualan keliling dengan sepeda motornya. Beliau ini suka ngider di komplek kami sekitar jam enam pagi setiap harinya.
Biasanya, kalo dari kejauhan udah kedengeran suara begini, langsung deh aku dan Kevin heboh. Ada bubur ayam, ada bubur ayam, ada bubur ayam!! Ketepak ketepok ketepak ketepok, suara kaki kami berlarian. Kami harus bergerak cepat, karena kuatir si Bubur lewat dan hilang dari pandangan.

Ada yang bertugas ke belakang ngambil mangkok2, ada yang lari ke depan buka pager, panggil si penjual, ada juga yang panik nyariin dompet.
"Keviin, dompetku mana ya? Liat ngga?" tanyaku panik. Tengok sana sini.
"Ini Pa, pake duitku aja." kata Kevin sambil mengkorek2 uang ribu2an dari dompetnya. Uang di dompet itu adalah uang tabungannya. Biasanya nih, dari uang saku sehari2nya Kevin menyisihkan sebagian buat jajan di sekolah, sebagian buat isi toples sodaqoh dan buat ditabung di dompet. "Berapa Pa tiga?"
"Lho, kamu mau bayarin?" aku menatap takjub.
Kevin ngangguk mantap.
Masyaa Allah. "Lima belas ribu." kataku. Lalu Kevin ngasih duit leceknya ke aku.
Alhamdulillah ditraktir Kevin. Terharu rasanya lho. 


Spontan terucaplah pujian, "Oo, anak luman (dermawan)." Kupeluk dan kukecup keningnya sambil mendoakan, "Makasih ya, anak sholeh." Ngga pernah kusia2kan kecupan sayang tanpa mendoakan, memberi panggilan yang baik buatnya.
Kevin sih senyum2 aja, cengar cengir.
Lalu saat Kevin ngga liat, Mama K lalu manggil2 aku, dan berbisik, "Ssssttt... ntar tukerin! Kasihan!"
Aku ngangguk2, "Iya iya, tapi ntar2 aja kalo dia udah lupa."
Hihihihi, kalo lgsg dikasih uang ganti mah bukan nraktir namanya.
Biar lah Kevin merasakan nikmatnya menyenangkan orang lain.